Mengkonfirugasi teks

.....WELCOME.....

Mengkonfirugasi teks

SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANA INI

PENDEKAR SLEBOR SAMURAI BERDARAH


 


Episode I : PEMBUNUH DARI JEPANG 
Episode II : SAMURAI BERDARAH
 
Tiraikasih Website 
http://kangzusi.com/
http://ebook-dewikz.com/
http://tiraikasih.co.cc/
http://dewi-kz.info/
Serial Pendekar Slebor
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Hak cipta pada Penerbit













Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Serial Pendekar Slebor 
dalam episode: 
Samurai Berdarah 
128 hal. 

1

Tempat yang tadi dipenuhi ranggasan semak belukar
dan  pepohonan  itu  hening.  Di  sana-sini  nampak
tumbangnya beberapa buah pohon dan  ranggasan semak
yang tercabut, hingga secara tak langsung tempat itu telah
membentuk sebuah tanah lapang yang cukup lebar.
            Dedemit  Tapak  Akhirat  yang  sedianya  hendak
lepaskan  pukulannya  pada  Pendekar  Slebor,  masih
terdiam dengan kening dikernyitkan. Tangan kirinya masih
terangkat  tinggi-tinggi  seolah  lupa  untuk  diturunkan
kembali.
Berjarak  tiga  tombak  dari  sebelah  kanannya,
Pendekar  Slebor  nampak memperhatikan  dengan  kening
berkerut pula. Bukan hanya karena Dedemit Tapak Akhirat
yang  hentikan  pukulannya,  tetapi  juga  dikarenakan  dia
telah diselamatkan oleh seseorang yang entah siapa.
"Jahanam  terkutuk!!" maki  lelaki  berpakaian  hitam-
hitam  terbuka  di  bagian  dada  yang  tampakkan  tonjolan
tulang-tulangnya.  Sepasang  matanya  yang  bercahaya
kelabu  itu  terbuka  lebih  lebar.  Sorotnya  tajam  dan
mengecilkan.  "Siapa  orang  yang  barusan  halangi
seranganku  pada  pemuda  celaka  itu?!"  desisnya  lagi,
menyusul dia keluarkan dengusan.
Serta-merta  diputar  tubuhnya,  diarahkan  kembaii
pandangannya  pada  Pendekar  Slebor.  Napasnya
mendengus-dengus  dengan  sorot  mata  kian  menusuk.
Sesaat  tak  ada  yang  keluarkan  suara.  Siang  terus
merambat  menuju  senja.  Karena  di  tempat  itu  penuh
dengan  jajaran  pepohonan,  sinar  matahari  yang
seharusnya masih menyengat tak begitu terasa.
Tatkala  Pendekar  Slebor  dalam  keadaan  terdesak,
Dedemit  Tapak  Akhirat  yang  telah  mendapatkan  kain
pusaka bercorak catur, meluncur deras untuk habisi nyawa
Pendekar  Slebor.  Diputar-putarnya  kain  pusaka  bercorak
catur  yang  keluarkan  suara  mendengung  laksana  ribuan
tawon  murka  dan  menyusul  menggebraknya  gelombang 

angin  raksasa. Sadar kalau bahaya mengancam dan bisa-
bisa dirinya tewas oleh kain pusakanya sendiri, kendati dia
terluka  dalam,  pemuda  urakan  pewaris  ilmu  Pendekar
Lembah  Kutukan  itu  masih  coba  untuk  menghalangi
serangan lawan.
Namun  sebelum  dua  serangan  itu  berbenturan,
mendadak  saja  satu  gelombang  angin  telah  memapaki
labrakan  serangan  Dedemit  Tapak  Akhirat,  yang  seketika
membuyar  dan  menghantam  tempat  kosong.  Menyadari
ada  orang  yang hendak menolong Pendekar Slebor,  lelaki
bertampang  tengkorak  itu  segera menerjang  ke  samping
kanan,  ke  arah  datangnya  gelombang  angin  tadi.  Namun
mendadak  saja  dia  justru  urungkan  niat  untuk  lepaskan
pukulan. Karena  tak dijumpainya  siapa  pun  juga  di  sana!
(Untuk  mengetahui  lebih  jelas,  silakan  baca:  "Pembunuh
Dari Jepang").
Beberapa  helai  daun  berguguran  dihembus  angin.
Bersamaan  dengan  itu,  Dedemit  Tapak  Akhirat
membentak,  "Siapa  pun  yang  coba  menyelamatkanmu,
akan  kubunuh!  Ketahuilah...  nyawamu  tinggal  beberapa
kejap lagi!!"
Mendengar ancaman  orang, bukannya menjadi  jeri,
justru  makin  memancing  keurakan  Andika.  Sambil
mengangkat  kedua  alisnya  hingga  sepasang  mata  yang
berkilat-kilat  jenaka  terbuka  lebih  lebar,  pemuda  berpa-
kaian hijau pupus ini berkata, "Apa tidak ada tenggang rasa
dulu, nih? Maksudku... jangan membunuhku dulu? Soalnya
aku  belum  makan!  Bisa-bisa  cacing  tanah  jadi  enggan
untuk menggerogoti tubuhku!!"
"Sinting!!"  geram  Dedemit  Tapak  Akhirat  dengan
sepasang rahang bergerak-gerak.
"Wah!  Jadinya  tidak  boleh?"  sahul  Andika  lagi
sementara diam-diam dia membatin, "Siapa gerangan yang
tadi memapaki serangan  lelaki bertampang  tengkorak  ini?
Menilik  gelombang  angin  yang  datang,  jelas  orang  itu
bukan  orang  yang  dapat  dipandang  sebelah  mata.
Kalaupun memiliki ilmu cuma setengah, tak mustahil justru 

orang  itu  akan  terluka.  Tetapi  selain  memupuskan
serangan  kain  bercorak  catur  yang  digerakkan  Dedemit
Tapak Akhirat, orang itu juga sulit ditemukan."
Mendadak  terdengar bentakan menggelegar,  "Setan
keparat!! Mampuslah kau...!!"
Habis  bentakannya,  dengan  kegeraman  yang
menjadi-jadi, Dedemit Tapak Akhirat memutar kembaii kain
bercorak  catur  milik  Andika.  Dia  memang  berniat  untuk
menghabisi nyawa Andika dengan senjata milik pemuda ilu
sendiri.
Serta-merta  bergulung  angin  dahsyat  yang
mematahkan dahan-dahan pohon hingga berpentalan jauh.
Tanah  yang  terkena  gelombang  angin  itu  pun
membumbung  tinggi.  Belum  lagi  suara  dengungan
mengerikan yang ditimbulkan akibat putaran kain bercorak
catur.  Diiringi  teriakan  mengguntur,  lelaki  bertampang
tengkorak ini segera menggebrak.
Andika yang tadi mempergunakan kesempatan guna
memulihkan  jalan napasnya, segera surutkan langkah  tiga
tindak  ke  belakang.  Bersamaan  dengan  itu  segera
diangkat,  lalu didorong kedua  tangannya  yang  telah dialiri
ajian 'Guntur Selaksa'.
Namun  lagi-lagi,  sebelum  ganasnya  labrakan  kain
bercorak catur mengenai sasarannya, mendadak saja satu
gelombang angin telah memapaki kembaii.
Blaaammmm!!
Dedemit  Tapak  Akhirat  memaki-maki  keras  saat
tubuhnya  agak  terhuyung  ke  belakang.  Bahkan  tangan
kanannya  yang  memegang  kain  bercorak  catur  seperti
terseret  ke belakang akibat  kuatnya dorongan angin  yang
menderu dari samping kiri.
Kejap  itu  pula,  lelaki  berpakaian  hitam-hitam  ini
langsung membuang tubuh ke samping kanan dengancara
bergulingan,  tatkala  terdengar  suara  laksana  salakan
guntur  menggebrak  ke  arahnya.  Karna  pada  saajl  itu.
serangan  ajian  'Guntur  Selaksa'  yang  dilepaskan  Andika
sudah menderu. 

Blaar! Blaarrrr!
Dua  buah  pohon  yang  berada  di  belakangnya,
terhantam.  Menyusul  terdengar  suara  berderak  dan
bergemuruh di saat kedua pohon itu tumbang.
"Jahanam  sial!!" makinya  keras  dengan  sorot mata
tak berkedip pada Andika.
Sementara  itu  pemuda  berambut  gondrong  acak-
acakan  ini  cuma  mengangkat  kedua  bahunya.
Sesungguhnya Andika sendiri sangat penasaran, siapakah
orang  yang  dua  kali  halangi  serangan  Dedemit  Tapak
Akhirat.
Dan mendadak  saja dia  seperti diingatkan  sesuatu,
tatkala  menyadari  kalau  serangan  yang  dilancarkan
Dedemit  Tapak  Akhirat  mempergunakan  kain  bercorak
caturnya. Dari  teringat akan ha!  itu, pemuda pewaris  ilmu
Pendekar  Lembah  Kutukan  ini  justru  mendengus  dan
memaki-maki  dalam  hati,  "Huh!  Siapa  lagi  orangnya  yang
bisa  menahan  serangan  dari  kain  bercorak  catur  kalau
bukan orang tua itu?!"
Di tempatnya Dedemit Tapak Akhirat masih terdiam.
Mulutnya  rapat mengatup dengan kedua pelipis bergerak-
gerak. Sikapnya sekarang agak tegang.
"Setan  alas!  Dua  kali  orang  yang  tak  kuketahui  di
mana  dia  berada  menyelamatkan  pemuda  celaka  ini?
Siapa  sebenarnya  dia?  Gebrakannya  yang  kedua  tadi
sungguh  luar  biasa!  Jelas  kalau  dia  bukan  orang
sembarangan."
Habis  membatin  begitu,  Dedemit  Tapak  Akhirat'
membuka  mulut,  "Orang  lancang  yang  ingin  mampus!
Mengapa hanya bisa menyerang dari tempat tersembu-nyi,
hah?!  Bila  memang  ingin  mampus,  cepat  tampakkan
wajahmu!!"
Tak  ada  sahutan  apa-apa.  Keadaan  itu  membuat
Dedemit  Tapak  Akhirat  bertambah murka.  Parasnya  yang
telah  merah  legam  dengan  napas  mendengus-dengus
sudah membuktikan betapa  lelaki  tua  ini  tak mampu  lagi
menahan kegusarannya. 

Melihat  keadaan  yang  melanda  Dedemit  Tapak
Akhirat,  keisengan  Pendekar  Slebor  kumat  lagi,  "Wah!
Kalau  dalam  buku-buku,  pasti  di  kepalamu  sudah
mengepul  asap  tebal,  ya?  Kasihan!  Sungguh  malang
nasibmu, Dedemit Pohon Jambu!!"
"Setan  keparat!!  Kucabik-cabik  tubuhmu!!"
mengguntur  suara  Dedemit  Tapak  Akhirat  seraya
melemparkan kain bercorak catur asal saja, yang mendarat
di sebuah ranggasan semak.
Bersamaan  dia  melompat  ke  depan,  kedua
tangannya  ditepukkan  kembaii.  Serta-merta  meluncur
gelombang  angin  yang  keluarkan  sinar  merah  ke  arah
Andika.
Namun  lagi-lagi  sebelum  serangan  itu  sampai,  satu
gelombang  angin  yang  kali  ini  menderu  dari  samping
kanan, telah memutuskan serangannya.
Bahkan  Dedemit  Tapak  Akhirat  sampai  suruf  tiga
tindak  ke      belakang.  Saat  kembali  tegak  dia  berteriak
keras  dengan  kedua  tangan  bergerak-gerak  liar  di  depan
dada, "Heaaaaa!!!"
"Busyet!  Maujadi  tarzan  rupanya!  Auwwoooooo!!".
teriak Andika dengan kedua tangan membentuk curung.
Menyusul  dengan  ganasnya  Dedemit  Tapak  Akhirat
gerakkan  tangannya  ke  segenap  penjuru.  Suasana  di
tempat  itu seketika berubah  laksana dilanda angin  topan.
Ranggasan  semak  belukar  langsung  tercabut  dan
beterbangan.  Tanah  membubung  tinggi.  Suara  gemuruh
pohon tumbang terulang kali terdengar.
Andika sendiri segera menghindar untuk selamatkan
dirinya dari kekalapan Dedemit Tapak Akhirat.
"Busyet!  Biar  kau  bongkar  tempat  ini,  mana  mau
lelaki  tua bangka  itu  keluar?!"  sungutnya dalam hati. Dan
tatkala  dia  tiba  pada  ranggasan  semak  belukar  di mana
kain  bercorak  caturnya  bertengger,  dengan  segera
disambarnya kain pusaka itu. "Kalau dibiarkan begini terus
bisa berabe! Bisa-bisa aku sendiri yang akan mati konyol!"
Memutuskan  demikian,  serta-merta  pemuda  dari 

Lembah  Kutukan  ini  menggebrak  ke  depan.  Dengan
mcngalirkan  ajian  'Guntur  Selaksa'  pada  kain  bercorak
caturnya, segera diputarnya ke arah Dedemit Tapak Akhirat
Terkejut  bukan  alang  kepalang  Dedemit  Tapak
Akhirat  tatkala mefasakan  gelombang  angin menderu  ke
arahnya. Segera dia bersiap untuk pergunakan ilmu Tapak
Akhirat'.  Namun  karena  gebrakan  Andika  lebih  cepat,
akibatnya  sebelum  lelaki  itu berbasil  tepukkan  tangannya
satu  sama  lain,  gelombang  angin  yang  keluar  dari  kain
bercorak catur telah melabraknya.
"Aaaakhhhh!!"  terdengar  jeritan  tertahan  Dedemit
Tapak  Akhirat  bersamaan  tubuhnya  terpental  deras  ke
belakang.
Bila saja Andika ingin menghabisi nyawa lelaki kejam
itu, sudah tentu akan dengan mudah dilakukannya, karena
Dedemit  Tapak  Akhirat  belum  berhasil  kuasai
keseimbangannya.
Namun selain  tak ingin mencabut nyawa orang  lain,
keadaan  Andika  sendiri  sudah  cukup  payah.  Napasnya
mulai  dirasakan  sesak  dengan  debaran  jantung  semakin
kencang.  Rasa  ngilu,  terutama  pada  tangan  kanannya,
semakin menjadi-jadi.
Dia hanya angkat  kepalanya  tatkala  tubuh Dedemit
Tapak  Akhirat  yang  meluncur  ke  belakang  itu  terhenti
setelah  menabrak  sebuah  pohon.  Rupa-rupanya,  akibat
tenaga  yang  terkuras  penuh,  begitu  jatuh  ke  atas  tanah,
lelaki berparas tengkorak ini jatuh pingsan.
Bersamaan  dengan  tubuh  Pendekar  Slebor  yang
jatuh  terduduk.  Napasnya  terputus-putus.  Namun  belum
lagi  dia  berhasil  menormalkan  kembaii  napasnya,  tahu-
tahu kepalanya dijitak.
"Waddouuuu!!"  serunya  keras  sambil  usap-usap
kepalanya  dengan  tangan  kanan.  Kejap  berikutnya  dia
sudah  mengomel-ngomel,  "Eyang!  Senang  sekali  kau
menjitak kepalaku, ya? Bisa benjol nanli!!"
"Murid  urakan!  Bukannya  berterima  kasih  karena
kuselamatkan,  justru  ngomel-ngomel  tak  karuanl!" 

terdengar  bentakan  itu  sementara  orangnya  tak  tahu
berada di mana.
Andika  yang  yakin  kalau  orang  yang  beberapa  kali
tadi menolongnya  adalah  Ki  Saptacakra,  Eyang  buyutnya
sekaligus Majikan Lembah Kutukan, berkata lagi, 
"lya,  iya!  Terima  kasih!"  Lalu  sambungnya,  "Tetapi
salah  kau  sendiri!  Mengapa  pakai  menolongku  segala,
hah?!"
"Brengsek! Aku mau tanya... bagaimana dengan Jala
Kunti?!"
"Sudah, sudah! Urusan itu sudah kubereskan!"
"Wah! Sayangsekali..."
"Bukannya  berterima  kasih  karena  perempuanyang
mencintaimu  itu dan menjelmakan dirinya  kembaii  akibat
kutukannya  sendiri  berhasil  kukalahkan,  malah  sayang-
sayang  begitu.  Huh!  Aneh  juga  ya  kalau  ada  yang  mau
denganmu, Eyang!"
"Sembarangan!  Kujitak  kepalamu  sampai  benjol
sepuluh!"
"Busyet!  Kalau  benjolnya  sebesar  kepalan,  mau
ditaruh di mana benjol-benjol yang lain?" seloroh Andika.
"Banyak omong! Aku cuma menyayangkan... kenapa
kau tidak mampus sewaktu terlibat urusan Jala Kunti!!"
Mendengar  ejekan  itu, Andika  justru berdiri. Sambil
membusungkan dadanya dia berkata  lantang,  "Siapa dulu
dong... Andika...."
"Bah!  Kau  sedang  terluka  dalam!  Kalau  tak  segera
kau  obati,  kau  bisa  mampus  dalam  waktu  tiga  kali
penanakan nasi! Aku akan kembaii ke Lembah Kutukan!"
"Hei,  Eyang!  Tunggu,  Eyang!  Eyang!!"  seru  Andika
terburu-buru.  Tetapi  tak  ada  lagi  suara  yang  terdengar
kecuali  tadi  sempat  dilihatnya  kalau  ranggasan  semak
berjarak dua tombak dari hadapannya bergerak.
Tinggal dia yang bersungut-sungut sendiri.
"Huh! Kenapa aku  jadi lancang begitu? Padahal tadi
aku bisa meminta bantuannya untuk menyembuhkan luka
dalamku. Tetapi... biar saja ah, dia juga suka meledek...." 

Dan tatkala diingatnya kalau masih ada urusan yang
harus  diselesaikan,  pemuda  dari  Lembah  Kutukan  ini
sesaat memperhatikan sekelilingnya. Dilihatnya dulu sosok
Dedemit Tapak Akhirat yang masih pingsan.
Kejap  berikutnya,  dia  sudah  meninggalkan  tempat
itu,  untuk  mencari  tempat  yang  lebih  aman  guna
memulihkan keadaan dirinya.
Dua  tarikan  napas  berikutnya,  tempat  itu  kembaii
ditenggelamkan sepi.

*** 

2

Matahari sudah muncul kembaii di ufuk timur. Panah
merah  yang  dilepaskannya  menerangi  segenap  persada.
Sedikit  mengambang  di  permukaan  air  di  Danau  Bulan.
Pada  gubuk  yang  berada  di  depan  danau  itu,  satu  sosok
tubuh melompat keluar. Sosok tubuh ramping mengenakan
pakaian  merah  menyala  ini  arahkan  pandangan  ke
sekitarnya.
Kejap  kemudian  terdengar  dengusannya,  "Keparat!
Ke mana lagi Nomuro san?!"
Perempuan  yang  di  keningnya  terdapat  sebuah
permata  yang  pancarkan  sinar  biru  dan  tak  lain  Dewi
Permata  Biru  adanya,  bergerak  ke  sekelilingnya,  Dua
tarikan  napas  berikutnya  dia  kembaii  lagi  ke  tempat
semula.
"Brengsek!  Kapan  dia  keluar  dari  gubuk  ini?
Memutuskan  untuk  membunuh  tiga  utusan  Kaisar
Tokugawa  Iesyasumoto, ataukah mencari  gadis  lagi untuk
diperkosanya?! Jahanam sial!!"
Setelah  bertemu  kembaii  dengan Nomuro  Shasuke
di Danau Bulan, Dewi Permata Biru menceritakan kalau dia
sudah menghubungi Dedemit  Tapak Akhirat  yang dimintai
bantuannya  guna  membunuh  Pendekar  Slebor.  Bahkan
sebelumnya Nomuro Shasuke  yang diselamat-kannya dari
serbuan  para  penduduk  di  dusun  Bojong  Tunggal,  juga
menceritakan  kalau  dia  telah mengenal  sosok.  Pendekar
Slebor.  Dan  mendapatkan  keterangan  yang  tepat,  kalau
tiga  orang utusan Kaisar  Tokugawa  lesyasumoto memang
memburunya  ke  tanah  Jawa  (Baca  :  "Pembunuh  Dari
Jepang").
Namun  tatkala  Dewi  Permata  Biru  terbangun  dari
tidurnya,  dia  tak  lagi  melihat  sosok  lelaki  bengis  dari
Jepang itu.
"Terkutuk!"  maki  perempuan  ini  jengkel.Sedikit
banyaknya,  dia  cemburu  tatkala  mendengar  pengakuan
Nomuro  Shasuke  yang  telah memperkosa  seorang  gadis, 

Akan  tetapi,  sudah  jelas  kecemburuannya  itu  tak
diperlihatkannya.  Karena  disadarinya  pula,  kalau
hubungannya  dengan Nomuro  Shasuke  hanyalah  sebagai
sahabat yang menghalalkan segalanya.
Perempuan yang pernah patah hati karena cintanya
ditolak  oleh  Pendekar  Bayangan  yang  justtu  tewas  di
tangannya  sendiri,  sebenarnya  sangat  membutuhkan
perhatian  dan  kasih  sayang  dari  seorang  lelaki.  Namun
sudah  tentu dia salah alamat karena mencurahkan segala
perhatiannya  pada Nomuro  Shasuke,  yang  sesungguhnya
hanyalah memanfaatkannya belaka.
Kembali Dewi Permata Biru kertakkan rahangnya
"Huh!  Peduli  setan  dia  mau  menggeluti  berapa
perempuan pun demi kepuasannya! Yang pasti... dia selalu
memperhatikanku!"  katanya  lagi  dan  meyakini  betul
dugaannya.
Dibayangkannya  kembaii  pertemuannya  pertama
kali dengan Nomura Shasuke sepuluh tahun yang lalu.
Sungguh  dia  tidak menyangka  kalau  akan  bertemu
kembaii dengan  lelaki bertampang bengis  itu. Namun bagi
Dewi Permata Biru, bengis atau  tidak,  tampan atau  tidak,
bila  lelaki  itu  memperhatikannya  maka  dia  akan
menerimanya  dengan  senang  hati.  Bahkan  rela
menyerahkan seluruh jiwa dan raganya.
Seperti  sckarang  ini,  di  saat  Nomuro  Shasuke
membutuhkan  bantuannya  untuk  mengatasi  tiga  utusan
Kaisar  Tokugawa  lesyasumoto  dan  Pendekar  Slebor.
Bahkan Dewi Permata Biru menyetujui dan siap membantu
Nomuro  Shasuke  untuk  mengadakan  pemberontakan
kembali  di  Jepang  bila  telah  berhasil  membunuh  tiga
utusan Kaisar Jepang dan Pendekar Slebor.
Kejap  kemudian,  perempuan  ini  berkata  cukup
keras,  "Sebaiknya,  aku  mulai  memburu  Pendekar  Slebor
sekarang! Biar urusan Nomuro san tidak terlalu rumit!!"
Memutuskan  demikian,  perempuan  jelita  yang
dibutakan oleh segala cinta palsu Nomuro Shasuke sudah
bcrkelebat meninggalkan tempat itu. 

Setengah  peminuman  tch  berlalu  dari  kepergian
Dewi  Permata  Biru,  tiba  dua  sosok  tubuh  ke  tempat  itu.
Sosok  seorang  pemuda  dan  gadis  jelita  berpakaian  biru
cerah.  Masing-masing  orang  mcmperhatikan  gubuk
berjarak delapan langkah dari tempat mereka berdiri.
Cukup  lama  tak  ada  yang  buka  suara  selain
bersiaga.  Kejap  berikutnya,  pemuda  berkulit  agak  hitam
yang  di  tangan  kanannya  tergenggam  sebatang  parang
tajam  berkata,  "Widarti...  apakah  kita  akan  memeriksa
gubuk itu?"
Si  gadis  yang  di  rambutnya  terdapat  ronce  bunga
melati memandangi si pemuda dulu,  lalu arahkan kembali
pandangannya pada gubuk di hadapannya.
Lamat-lamat terlihat kepalanya mengangguk.
Mendapati  keputusan  itu,  dengan  hati-hati  si
pemuda  yang  tak  lain  Indrajit  adanya  melangkah
mendekati  gubuk.  Setelah  memperhatikan  dengan
seksama dia berkata, "Kosong! Tetapi menilik keadaannya,
nampaknya  gubuk  ini  baru  ditinggalkan  pemiliknya.  Ada
beberapa bungkusan bekas nasi."
Si  gadis  yang  sudah  melangkah  mendekati
menyetujui dugaan itu.
"Siapa  kira-kira  orang  yang menempati  gubuk  ini?"
tanyanya kemudian.
"Sulit kukatakan soal itu."
"Apakah  tidak  mungkin  Pendekar  Slebor?"  tebak
murid mendiang Pendekar Bayangan yang sedang melacak
jejak Dewi Permata Biru  ini,  jejak orang  yang bertanggung
jawab atas kematian gurunya.
Indrajit menggelengkan kepalanya.
"Aku tak bisa memastikan."
Widarti  mengeluh  pendek.  "Rasanya  terlalu  sulit
untuk menemukan dan mcminta bantuan Pendekar Slebor
seperti  yang  diperintahkan  Guru  sebelum  tewas.  Hingga
hari ini aku belum  tahu seperti apa  rupa Pendekar Slebor.
Beruntung  aku  bertemu  dengan  Indrajit  yang  tahu
Pendekar Slebor." 

Namun  sesungguhnya,  Widarti  pernah  berjumpa
dengan  Andika  tatkala  Andika  sedang  melacak  jejak
Nomuro Shasuke. Akan tetapi, karena Andika saat itu apak
jengkel  akibat  kata-kala  Widarti,  dia  justru  mengaku
bernama  Paradita.  Widarti  yang  mengurungkan  untuk
lakukan  pertanyaan  kedua,  baru  teringat  tatkala  Andika
sudah  berlalu. Kendati  dia berseru menanyakan  di mana
Pendekar Slebor, tetapi Andika sudah tak mendengarnya.
Dan di saat dia sedang kebingungan seperti  itu, dia
bertemu  dengan  Indrajit  yang  tak  disangkanya mengenal
Pendekar  Siebor.  Indrajit  memang  mengenalnya,  bahkan
Pendekar  Sleborlah  yang  membantunya  dari
kesalahpahaman  yang  terjadi  dengan  tiga  utusan  dari
Jepang.  Kendati  demikian,  Indrajit  mendendam  pada
Ayothomori  yang  dengan  telengas  telah mencabut  nyawa
dua sahabatnya (Baca : "Pembunuh Dari Jepang).
Tianpa  sepengelahuan  keduanya,  sepasang  mata
sipit  memperhatikan  mercka  dalam-dalam.  "Huh!  Bukan-
kah pemuda itu termasuk salah seorang dari para nelayan
yang menyerangku di pesisir Laut Jawa? Keparat betul! Bila
tak  mengingat  itu  adalah  salah  paham  belaka,  ingin
kubunuh  dia  sekarang!  Masih  kuingat  pandangannya
tatkala  dia  berlalu  dengan  membopong  salah  satu
rekannya  yang  telah  kubunuh.  Bila  saat  itu  Pendekar
Slebor  tidak  hadir,  sudah  kubunuh  manusia-manusia
celaka  yang  membuat  harga  diriku  sebagai  seorang
samurai  terasa  diinjak-injak.  Hingga  saat  ini,  yang  tak
kumengerti sikap Hiedha-san dan Mishima-san. Mereka ber
buat  hina  dengan  cara  merendahkan  martabat  sebagai
seorang samurai.
Berjarak  liga  tombak dari balik  ranggasan semak di
mana  lelaki berrnatu sipit  ilu berada. gadis cantik  yang di
rambutnya  terdapat  ronce  bunga  melati  itu  berkata,
"Indrajit... apakah kau lelah?"
Sesungguhnya  Indrajit memang  sudah  sangat  lelah.
Tetapi  dia  tak  rnau  mengakuinya.  Makanya  dia
menggeleng. 

"Kalau  begitu...  kita  teruskan  lagi  langkah  untuk
mencari  Pendekar  Slebor.  Mudah-mudahan  kita  bisa
bertemu  dengan  Dewi  Permata  Biru  maupuri  pembunuh
dari Jepang, Nomuro Shasuke, yang sedang kau cari."
Indrajit  Y;uma  menganggukkan  kepalanya.  Dia  tak
berani memandang wajah jeliia Widarti lama-lama. Seumur
hidupnya,  Indrajit baru kali  ini melihat seorang gadis  yang
memiliki paras begitu jeliia. Pada perjumpaan pertama saja
Indrajit  merasa  sukmanya  telah  terbetot  keluar  dan  dia
sukar  menepiskan  pesona  yang  terpancai  dari  wajah
Widarti.
"Kita berangkat sekarang...," kata Widarti kembaii.
Setelah  Indrajit  menganggukkan  kepalanya  lagi,
keduanya pun segera bergerak kembaii. Namun mendadak
saja Widarti hentikan langkahnya.
Indrajit  melihat  wajah  gadis  itu  nampak  tegang.
Bahkan dilihatnya kedua tangan si gadis mengepal kuat.
"Ada  apa  ini?  Menilik  sikapnya  dia  seperti
mengetahui sesuatu yang tak mengenakkan," tanya Indrajit
ijulain hati.
Didengarnya  Widarti  berkata  dalam  bisikan,
"Indrajit... ada seseorang yang mengintip. Bersiaplah... aku
akan menyerang orang itu...."
Terkejut  Indrajit  mendengar  kata-kata  si  gadis.
kembaii dikaguminya kalau gadis ini memang bukan Gadis
kebanyakan.
Dan  tahu-tahu dilihatnya Widarti sudah putar  tubuh,
bersamaan dengan itu tangan kanannya dikibaskan.
Wuuutll!
Menghampar  satu  gelombang  angin  yang  keras,
mengarah  pada  ranggasan  semak  belukar  di  sebelah
kanan mereka.
Lelaki  yang  mengintip  terkesiap  kaget.  Tak  mau
mendapat celaka dia segera melompat keluar. Blaaarrr!!
Ranggasan  semak  belukar  itu  terpapas  rata
ujungnya.
Sementara  Widarti  kertakkan  rahangnya  dengan 

mata terbuka lebih lebar, Indrajit berteriak keras, "Jahanam
keparat!  Rupanya  kau  yang  berlaku  seperti  orang-orang
busuk!!"
Berjarak  lima  langkah  dari hadapan masing-masing
orang,  lelaki  bertubuh  jangkung  berkulit  kuning  yang
dibalut dengan pakaian merah panjang dan pakaian dalam
warna biru itu berdiri tegak. Tatapannya begitu bengis.
Mulutnya  mcrapat  dingin.  Di  pinggangnya  terselip
sebatang samurai.
Mendengar  seruan  Indrajit  tadi,  Widarti  berbisik,
"Kau mengenalnya?"
"Dialah  yang  telah  membunuh  dua  sahabatku  di
pesisir Laut Jawa! Lelaki kejam bernama Ayothomori!!"
"Indrajit... kau  katakan  kau  sedang memburu  orang
yang bernama Nomuro Shasuke?"
"Manusia  itu  telah  membunuh  para  sahabatku
malam  sebelumnya!  Tetapi  lelaki  keparat  ini  telah
membunuh  dua  orang  sahabatku  dan  melukai  tiga
sahabatku  yang  lainnya!"  sahut  Indrajit  sengit.  Tangan
kanannya  yang  memegang  parang  bergetar  tanda  dia
dilanda amarah.
Lelaki  yang  tak  lain Ayothomori adanya, mendengus
geram. Pandangannya nyalang dan menusuk dalam.
"Hhhh!  Tak  ada  Pendekar  Slebor  di  sini!  Tak  ada
orang yang akan membantumu! Bila kau masih penasaran,
aku siap untuk melayanimu!!"
"Jahanam!!" maki Indrajit dan siap menerjang. Tetapi
tangan kanan Widarti telah menahannya.
"Jangan gegabah!" bisik gadis itu.
Di seberang Ayothomori tertawa keras hingga kedua
bahunya berguncang-guncang.
"Apakah  sekarang  nyalimu  sudah  putus,  hah?!"
ejeknya  di  sela-sela  tawanya.  Mendadak  dia  memutus
tawanya  sendiri.  Dengan  mulut  yang  tak  terlalu  lebar
membuka  dia  berkata,  "Siapa  pun  yang  menghina  dan
merendahkan  martabat  seorang  samurai  dia  harus
mampus!!" 

"Terkutuk! Apakah kau...."
Seruan  Indrajit  terputus  karena  Widarti  yang  lebih
berpikir  jernih  sudah,berkata,  "Aku  tidak  tahu  apakah  ini
memang hanya salah paham belaka atau tidak. Tetapi dari
kata-kata  yang  kau  ucapkan...  justru  kau  yang
merendahkan martabat kami."
"Gadis  manis...  peduli  setan  dengan  segala
dugaanmu!  Aku  memang  ingin  merasakan  ketangguhan
para pendekar dari tanah Jawa ini!!"
"Ayothomori..!."
"Hormati  sedikit  kata-katamu!"  putus  Ayothomori
dengan dada dibuncah kemarahan.
Kendati hampir  tak kuasa menahan diri mendengar
bentakan  itu,  namun  Widarti  tetap  tak  mau  bertindak
gegabah.  Dengan  pandangan  mata  takberkedip  dia
berkata,  "Ayothomori-san...  kudengar  kau  dengan  kedua
sahabatmu  sedang mencari  seorang  pembunuh  bernama
Nomuro Shasuke! Mengapa kau justru bersikap kurang ajar
sekarang?!"
"Tadi  kukatakan...  siapa  pun  orangnya  yang
merendahkan  martabat  seorang  samurai,  dia  harus
mampus!!"
"Ucapanmu  keren  amat?"  sengat  Widarti  keras.
Hatinya pun mulai diusik kemarahan.
"Peduli  setan  dengan  ucapanmu!  Bila memang  tak
berani  bertindak,  lebih  baik  menyingkir!  Jangan  halangi
langkahku!  Dan  ingat...  katakan  pada  Pendekar  Slebor...
jangan mencampuri urusanku!"
Mendengar  julukan  itu disebutkan,  Indrajit  langsung
berkata dengan pandangan meremehkan, "Apa  yang akan
kau  perbuat  bila  Pendekar  Slebor  tetap  mencampuri
urusanmu, hah? Tetapi perlu kau ingat, siap pun orangnya
yang menjadikan  tanah Jawa  ini scbag?  tanah  leluhur,  tak
akan sudi diinjak injak oleh orang orang seperti kau!!"
"Akan kubunuh pemuda itu!!"
Pandangan mata Indrajit semakin melecehkan.
'Apakah  kau  tidak  sadar,  kalau  sahabatmu  sendir 

yang bernama Hiedha Ogawa mengatakan kalau kau dapat
dipecundangi dengan mudah oleh Pendekar Slebor Bahkan
aku  tahu  kalau  kau  sebenarnya  tak  punya  nyali
menghadapi pemuda gagah itu!!"
"Demi Dewa Matahari!! Kubunuh kau!!"
Habis  makiannya,  Ayothomori  sudah  melesat  ke
depan  dengan  pukulan  lurus.  Indrajit  sendiri  yang  sudah
tak sabar menahan diri, segera mencelat ke depan.
Parang besarnya diayunkan.
Wuuuttt!!
Jotosan  yang  dilepaskan  Ayothomori  melesat  dari
sasarannya, bahkan lelaki jangkung itu sudah mundur tiga
langkah  ke  belakang.  Tubuh  nya  bergetar  tatkala  Indrajit
mengejek,  "Apa yang kau miliki sebagai seorang   samurai,
hah?!"
Sementara Widarti mengeluh dalam hati, Ayothomori
sudah  loloskan  samurainya.  Begitu  ditarik,  langsung
diacungkan tepat mengarah pada wajah Indrajit.
"Kucabik-cabik seluruh tubuhmu!!"
Menyusul  dia  segera  menerjang  ke  depan.
Samurainya diayunkan dari atas  ke bawah,  lalu menyusul
menusuk ke arah dada.
Terpekik  Indrajit  mendapati  serangan  yang  hanya
sekali  gebrak menuju pada dua  titik  kematian. Sebisanya
pemuda  gagah  yang  memiliki  keberanian  tinggi  ini
melompat dan menangkls.
Trang! Trang!
Saat berhasil menangkis dirasakan tangan kanannya
bergetar  dan  ngilu  sekali.  Jelas  Ayothomori  bukanlah
tandingan  Indrajit. Hanya dua  gebrakan  saja  parang  yang
dipegang  Indrajit  sudah  terlepas.  Bahkan  dengan  sikap
telengas, lelaki jangkung itu menggerakkan samurainya ke
arah leher Indrajit! Namun...
Praaakk!!
Terdengar suara yang cukup keras sebelum samurai
tajam  itu memutus  leher  Indrajit. Rupanya Widarti  sendiri
tak  dapat  kuasai  dirinya  lagi.  Dia  langsung  menyambar 

sebatang ranting agak besar dan melemparkannya.
Tepat mengenai sisi kanan dari samurai Ayothomori.
Dan  karena  lemparan  yang  dilakukannya  mengandung
tenaga  dalam,  tubuh  Ayothomori  agak  terhuyung  dua
tindak, seperti terbawa oleh dorongan samurainya sendiri.
Sementara  itu  Indrajit  sedang  mengusap-usap
lehernya yang tidak jadi putus.
"Ayothomori-san...  kau  terlalu  memaksaku  untuk
bertindak!!" desis Widarti dengan pandangan tak berkedip.
Sesaat  nampak  wajah  Ayothomori  merah  padam.
Namun sejurus kemudian dia terbahak-bahak keras.
"Bergabunglah  kalian  berdua!  Akan  kuperlihatkan
pada kalian, siapa aku sebenarnya?!!"
Indrajit  langsung  berseru,  "Kau  tak  lain  hanya
sebangsa tikus buduk belaka!!"
Terputus  tawa  Ayothomori.  Pandangannya  melebar
sengit. Kedua rahang dan pelipisnya bergerak-gerak. Kejap
kemudian dia sudah mclompat ke depan dengan samurai
mengayun  dari  atas  ke  bawah,  siap  membelah  tubuh
Indrajit.
"Lebih  baik  kalian  kukirim  ke  neraka  daripada
membuang-buang waktu ku!!"

***

Widarti mendengus gusar. Dengan tangan kanannya
dia mendorong tubuh Indrajit agak menjauh, sementara dia
sendiri  membuang  tubuh  ke  kiri.  Langsung  melompat
tatkala  samurai  Ayothomori  menyusur  tanah  dan  siap
menyambar  kakinya.  Belum  lagi  dia  berhasil  hinggap  di
atas  tanah,  Ayothomori  sudah  meluruk  dengan  gerakan
menusuk.
Wuuuttl!!
Widarti  tersentak  sejenak  sebelum  menjatuhkan
tubuh  lalu  dengan  kaki  kanannya  menyepak  sisi  kanan
samurai  lawan.  Lalu  dengan  bertopang  pada  tangan
kirinya, dia melompat kembaii dan hinggap di atas tanah. 

Di  seberang,  sepasang  mata  Ayothomori  terbuka
lebih  lebar.  Kini  disadarinya  kalau  gadis  beronce  bunga
meati bukanlah gadis sembarangan. 
Mendadak saja dia putar samurainya dengan hebat.
Suara  samurai  ini  menderu-deru  laksana  titiran
menggempur lawan.
Di  seberang,  sadar  akan  perbuatan  serangan  yang
akan  dilakukan  oleh  Ayothomori,  diam-diam  Widarti
membatin,  "Mau  tak  mau  aku  memang  harus  terlibat
dalam  urusan  Indrajit.  Padahal  urusanku  sendiri  belum
kuselesaikan...."
Belum  lagi habis  kata batinnya  terucap, Ayothomori
sudah menerjang  ke  depan disertai  teriakan mengguntur.
Samurai  yang  digenggam  dengan  kedua  tangannya
mendadak saja seperti keluarkan hawa panas. Besetannya
pada udara membuat bulu roma bergidik.
Di  tempatnya  Indrajit  terkesiap  melihat  serangan
ganas  itu.  Dia  berpikir  untuk  membantu  Widarti.  Namun
tatkala  dilihatnya  gadis  itu  berkelebat  ke  sana  kemari
dengan  cepat,  dia  bisa  menarik  napas  lega  sekaligus
tertegun.
Bagaimana  tidak,  karena  kelebatan  gadis  berbaju
biru menyala itu laksana bayangan belaka!
Ayothomori  yang  telah  keluarkan  jurus  samurai
'Menjerat Matahari'  tingkat  ketiga, mau  tak mau  tertegun
pula melihat  kelebatan  tubuh  si  gadis  yang  begitu  cepat.
Bahkan lebih cepat dari samurainya,
"Terkutuk!  Gadis  ini  benar-benar  memiliki
kemampuan  tinggi!"  makinya  sambil  terus  gerakkan
samurainya.  Mengayun,  menyabet,  menebas,  menusuk
dan  membabat.  Semua  dilakukan  dalam  satu  rangkaian
gerak yang luar biasa cepat.
Widarti  yang  telah  pergunakan  ilmu  menghindar
'Menutup  Bayang-Bayang'  warisan  dari  Pendekar
Bayangan,  sebenarnya  memang  berada  di  atas  angin.
Namun lama kelamaan dia justru tak dapat menahan hawa
panas  yang  keluar  dari  samurai  lawan  setiap  kali 

digerakkan.
Hawa panas itu bukan hanya mengejutkannya, tetapi
juga  membuat  beberapa  ranggasan  semak  langsung
mengering.  Bahkan  Indrajit  yang  berdiri  cukup  jauh  dari
pertarungan  sengit  itu  juga merasakan  hawa  panas  yang
menderu.
"Aku  telah  merepotkan  Widarti.  Secara  tidak  langs
ung aku telah rnembuatnya terlibat dalam urusanku. Hhhh!
Ini  tak boleh  kubiarkan! Lelaki  itu memang harus dihalas,
agar dia tidak menurunkan lagi tangan telengas!"
Berpikir  demikian,  pemuda  berkulit  agak  hitam  ini
segera  memungut  kembaii  parangnya.  Lalu  dengan
teriakan mengguntur dia menyerbu ke arah Ayothomori.
Namun justru serangan yang dilakukannya berakibat
fatal  dan  secara  tak  langsung  mengacaukan  gerakan
Widarti.  Karena  begitu  merasakan  sabetan  angin  ke
arahnya, Ayothomori cuma membungkuk, dengan kaki kiri
ditekuk  sementara  kaki  kanan  bertelekan  pada  tanah.
Tanpa membalikkan tubuh dia menusukkan samurainya ke
belakang.
Indrajit  yang  tak  menyangka  kalau  lawan  akan
lakukan  serangan  yang  aneh  dan  mendadak  seperti  itu,
terpekik  tertahan.  Dia  mencoba  memapaki  dengan
parangnya.  Namun  jelas  sia-sia  belaka,  karena  tubuhnya
sendiri seperti menyongsong tusukan samurai Ayothomori.
Dalam  keadaan  yang  genting  itu,  Widarti  cepat
bertindak.  Dia  langsung  berkelebat  ke  depan  dan
menendang  samurai  Ayothomori  sementara  tangan
kanannya menepak dadalndrajit hingga  tubuh pemuda  itu
terpental ke belakang.
Namun  jurus  'Menjerat  Matahari"  yang  dilakukan
oleh Ayothomori adalah satu  rangkai serangan yang dapat
dilakukan beberapa gerakan sekaligus. Begitu samurainya
ditendang  oleh  Widarti,  mendadak  masih  dengan
kedudukan  kaki  kanan  bertelekan  pada  tanah,  dia  pular
tubuh seraya mengayunkan samurainya. Wuuuuttt!!
Ganti kali  ini Widarti yang  terkesiap. Dia coba untuk 

menghindari  serangan  itu dengan cara melompat. Namun
gerakan Ayothomori lebih cepat satu kejap saja.
"Aaakhhhh!!"
Betis  kaki  kanan  murid  mendiang  Pendekar
Bayangan ini tergores. Perihnya tak terkira, terutama hawa
panas  yang  mendadak  menyengat  tubuhnya.  Akibat
goresan  itu  keseimbangannya  menjadi  goyah.  Maka  tak
ayal lagi tubuhnya pun ambruk.
Salah  seorang  dari  utusan  Kaisar  Tokugawa  lesya
sumoto  yang  selalu meninggikan derajat  sebagai  seorang
samurai,  langsung  berdiri  dan  mengayunkan  samurainya
dari atas ke bawah.
"Terimalah kematian!!"
Indrajit yang merasakan dadanya agak nyeri setelah
diselamatkan  Widarti  dengan  jalan  ditepak,  langsung
menerjang  ke  depan.  Dia  tak  peduli  lagi  kalau  pun
nyawanya akan putus hari itu juga.
Widarti  telah  menyelamatkannya,  maka  dia  harus
menyelamatkan  gadis  itu.  Apalagi  secara  tidak  langsung
dialah  yang  telah  melibatkan  Widarti  dalam  urusannya
dengan lelaki itu.
Parangnya  langsung  diayunkan.  Traaanggg!!
Memapak keras samurai Ayothomori yang mengayun.
Widarti berseru, "Lari, Indrajit!! Lari!!"
Tetapi  Indrajit  tak  peduli  lagi.  Begitu  berhasil
memapaki samurai Ayothomori, dia meluruk menusuk.
Ayothomori cuma keluarkan dengusan. Dengan cara
putar  samurainya  lalu  diangkat,  parang  yang  dipegang
Indrajit langsung terlepas.
Tetapi  pemuda  gagah  ini  sudah benar-benar  nekat.
Kendati kini  tak bersenjata dia  tetap menerjang ke depan
dengan  teriakan  keras.  Sudah  tentu  tubuhnya  akan
menjadi  sasaran  empuk  samurai  Ayothomori  yang  segera
mengayunkannya.
Sementara  itu Widarti  yang  terbebas  dari  ancaman
maut Ayothomori, segera bergulingan. Dia menendang kaki
kanan  Ayothomori  yang  langsung  terhuyung.  Sabetan 

samurainya membeset angin.
Indrajit  yang  sudah  kalap  ternyata masih  bisa  juga
berpikir  jernih. Karena begitu  tubuh Ayothomorj  terhuyung,
dia  cepat menyambar  tubuh Widarti.  Lalu  dengan  sekuat
tenaga membawanya berlari.
Ayothomori  yang  telah  berdiri  tegak  menggeram
keras,  "Jahanam!  Kalian  tak  akan  bisa  lolos  dari
samuraiku!!"
Dengan  kemarahan membludak,  lelaki  jangkung  ini
segera berlari mengejar.

***

Di  sebuah  persimpangan,  Hiedha  Ogawa
menghentikan  pandangannya.  Lelaki  berkulit  kuning
dengan  kumis  lipis  ini  perhatikan  sekelilingnya  yang
dipenuhi dengan ilalang dan rerumputan. Angin berhembus
sejuk.
Kejap  kemudian,  salah  seorang  utusan  Kaisar
Tokugawa lesyasumoto ini palingkan kepalanya ke samping
kanan  tatkala  didengarnya  suara  orang  melangkah.  Dan
dia menarik  napas  panjang  begitu mengenali  orang  yang
datang.
Lelaki berhidung bengkok yang tak lain Pucha Kumar
itu rangkapkan kedua tangannya di depan dada.
"Hiedha-san...," sapanya sopan.
Hiedha Ogawa menganggukkan kepalanya.
"Apakah  kau  sudah  menemukan  jejak  Nomuro
Shasuke?"  tanyanya  yang  juga  tahu kalau  lelaki dari  India
sedang memburu pembunuh celaka itu.
Lelaki  bersorban  puiih  yang  di  telinga  kanan  dan
kirinya  terdapat  anting  berwarna  biru  menggelengkan
kepalanya.
"Sulit bagiku menemukan  jejak manusia keparat  itu
O ya, sekali  lagi maafkan aku, yang hampir saja bertindak
kejam pada kalian. Terutama, pada Ayothomori san...."
Hiedha Ogawa mengulapkan tangan kanannya. 

"Sudahlah.  Kejadian  itu  bukan  yang  pertama  kami
alami.  Tatkala  kami  tiba  di  sini,  para  nelayan  pun  telah
menyerang  kami.  Ah,  justru  aku  yang  hendak  meminta
maaf  padamu,  Pucha  san,  karena  tindakan  Ayothomor
yang memang selalu panasan."
 "Bisa  dimaklumi,"  sahut  Pucha  Kumar  mengerti.
Lalu  dia  celingukan  ke  kanan  dan  kiri  seolah  mencari
sesuatu. Kemudian  sambil pandangi  lelaki di hadapannya
dia  ajukan  tanya,  "Ke  manakah  Ayothomori-san  dan
Mishima-san berada?"
Hiedha Ogawa mengatakan keputusan dan  rencana
yang telah mereka sepakati.
"Kupikir,  dengan  cara  berpencar  maka  akan  lebih
mudah  untuk  melacak  jejak  Nomuro  Shasuke.  Dan
menurut dugaan Pendekar Slebor, lelaki keparatitu saat ini
bersama-sama  dengan  Dewi  Permata  Biru.  Sungguh  tak
kusangka kalau lelaki celaka itu pernah mendatangi tanah
Jawa scpuluh tahun yang lalu."
"Dan  apakah  kau  sudah  berjumpa  kembaii  dengan
Pendekar Slebor?"
Hiedha Ogawa menggelengkan kepala.
"Belum. Tetapi aku menaruh harapan, kalau pemuda
ilu akan membantu untuk menangkap Nomuro Shasuke."
"Kau  benar.  Aku  sendiri  sudah  tidak  sabar  untuk
mcmbunuhnya,"  sahut  Pucha  Kumar  dan  melanjutkan
dengan  suara agak  sengit,  "Sungguh malang nasib  kedua
adikku yang diperkosa sebelum akhirnya dibunuh."
"Kejahatan  yang  dilakukan Nomuro Shasuke  sudah
kelewat batas. Jelas  tindakannya  tak bisa dimaafkan. Aku
juga sudah tidak sabar untuk membunuh manusia itu."
Pucha  Kumar  mcngangguk-anggukkan  kepala.
"Hiedha-san...  kulihat  Ayothomori  tidak  begitu  menyukai
Pendekar Slebor? Mengapa? Bukankah setahu ku pemuda
itu begitu baik?"
Hiedha Ogawa menganggukkan  kepalanya.  Sejenak
dia menghela napas.
"Apa  yang  kau  katakan  itu  memang  benar.  Tetapi 

sesungguhnya,  tindakan  yang  dilakukan  oleh  Ayothomori-
san  tidak  terlalu  berlebihan.  Karena  sebagai  seorang
samurai,  kami  dididik  untuk  menjunjung  tinggi  derajal
kesamuraian  yang  kami  miliki.  Bahkan,  untuk
mempertahankan  harkat  dan  martabat  itu,  kami  rela
mengorbankan  nyawa.  Bila  sudah  tak  sanggup
menghadapi lawan, kami lebih baik melakukan seppuku*
"Maaf...  tolong  jelaskan  apa  yang  kau  maksud  do
ngan seppuku itu, Hiedha-san."
"Bunuh diri."
Pucha Kumar monggeleng-gelengkan kepalanya  lalu
berkata  takjub,  "Pantas bila Ayolhomori-san  tak menyukai
bantuan Pendekar Slebor. Di samping itu, aku juga merasa
kalau dia tak menyukai kehadiranku. Apai lagi kehadiranku
juga  punya  urusan  yang  sama,  sama-sama  berkeinginan
membunuh Nomuro Shasuke...."
"Ayothomori  memang  bersifat  panasan.  Tetapi
seperti kataku  tadi, di mana pun seorang samurai berada
memang  harus  selalu menjunjung  tinggi  kesamuraiannya.
Hanya saja, terkadang keprihadian seseorang berpijak lain.
Maksudku.  di  antara  kita  saat  ini, maupun  saat  bertemu
dengan  Pendekar  Slebor  aku  masih  bisa  menimbang
derajat kesamuraianku."
Pucha  Kumar  mengangguk.  Lalu  berkata,  "Hiedha
San... matahari sudah semakin  tinggi. Bagaimana bila kita
bersama-sama melacak jejak Nomuro Shasuke?"
Hiedha Ogawa menganggukkan kepalanya.
"Mengapa tidak?"
Kejap  kemudian  keduanya  segera berkelebat  cepat
meninggalkan tempat itu.

*** 

4

Mishima Nobu  tiba di sebuah  lembah yang dipenuhi
jajaran pepohonan. Salah seorang utusan Kaisar Tokugawa
lesyasumoto yang bertubuh paling pendek ini memandangi
ke sekelilingnya. Matahari saat  ini berada  tepat di  tengah-
tengah  kepala.  Sekujur  tubuh  lelaki  ini  sudah  dipenuhi
peluh. Kelelahan begitu nampak. Namun sebagai seorang
yang  terlatih,  dia  segera  dapal  pulihkan  keadaannya
melalui pernapasan.
Sambil  lipat  kedua  langannya di depan dada,  lelaki
ini  bergumam,  "Sulit  menemukan  jejak  Nomuro  Shasuke
yang  tidak  diketahui  berada  di  mana.  Hmmm...  apakah
Hiedha-san  ataupun  Ayothomori-san  sudah  bertemu
dengan Nomuro Shasuke?"
Sesaat  lelaki  ini  hentikan  ucapannya.  Setelah
pandangi  sekelilingnya  lagi,  dia  melanjutkan,  "Kupikir...
mereka  belum  berhasil  menemukan  jejak  Nomuro
Shasuke. Sungguh sebuah urusan yang sangat sulit."
Kembaii  Mishima  Nobu  terdiam.  Angin
menggerakkan pakaian panjangnya yang berwarna merah.
Raut  wajahnya  menampakkan  rasa  tak  sabar  untuk
menemukan Nomuro Shasuke.
"Terkutuk!  Aku  bersumpah,  tak  akan  kembali
keJepang sebelum kudapatkan manusia celaka itu!"
Sesaat  dia  terbawa  oleh  amarah  dalam  hatinya.
Terutama mengingat  kalau  junjungannya  hampir  tewas di
tangan Nomuro Shasuke.
"Hhh!! Ketimbang aku berdiam diri di sini, lebih baik
kuteruskan mencari manusia celaka itu...."
Namun  belum  lagi  dia  menjalankan  maksud,
mendadak  saja  terdengar  suara  cukup  keras,  "Hihihi...
sungguh  kebetulan  sekali,  berjumpa  dengan  utusan  dari
Jepang! Tetapi... mengapa cuma sendiri saja? Padahal bila
bertiga,  sekali  kepruk  akan  luruh  semua  tanpa  bersusah
payah! Sayang Nomuro-san tidak berada di sini!"
Belum  habis  ucapan  itu  terdengar, mendadak  saja 

satu sosok  tubuh berpakaian merah menyala  telah berdiri
berjarak tujuh langkah dari hadapan Mishima Nobu.
Sejenak  samurai  gagah  ini memperhatikan  dengan
sorot  mata  tak  berkedip.  "Melihat  cara  kemunculannya,
jelas  kalau  perempuan  ini  bukan  perempuan
sembarangan.  Tadi  dia  menyebutkan  nama  Nomuro
Shasuke.  Jangan-jangan...  dia  adalah  kambratnya  atau...
oh! Bukankah Pendekar Slebor pernah mengatakan, kalau
Nomuro  Shasuke  sekarang  ini  bersama-sama  dengan
perempuan  berjuluk  Dewi  Permata  Biru?  Di  kening
perempuan  ini  terdapat  sebuah  permata  yang  pancarkan
sinar biru. Bisa  jadi kalau dialah orang yang berjuluk Dewi
Permata Biru."
Apa yang diduga oleh Mishima Nobu memang benar.
Dewi Permata Biru yang sedang mencari Nomuro Shasuke
karena begitu dia  terbangun  tak mendapatkan lelaki  itu di
sisinya,  sama  sekali  tak menyangka  kalau  akan  bertemu
dengan  salah  seorang  utusan  Kaisar  Tokugawa
lesyasumoto.
Sesungguhnya  Dewi  Permata  Biru  memang  belum
pernah  berjumpa  dengan  ketiga  utusan  dari  Jepang  itu.
Tetapi  setelah  mendengar  cerita  Nomuro  Shasuke  yang
tahu  kalau  dia  dikejar-kejar  oleh  utusan  Kaisar,  Dewi
Permata  Biru  paham  betul  kalau  lelaki  yang  berdiri  di
hadapannya  ini  adalah  salah  seorang  dari  utusan  Kaisar
Jepang.
Dengan  kerlingan  genit  namun  berbahaya,
perempuan  ini berkata,  "Mengapa kau hanya seorang diri,
hah? Apakah kedua temanmu sudah mampus berseppuku
karena tak mampu mencari Nomuro Shasuke?!"
Mendengar  ejekan  orang,  wajah  Mishima  seketika
memerah. Apalagi diyakininya kalau perempuan ini adalah
orang yang menolong Nomuro Shasuke.
Dengan  kedua  kaki  sedikit  dipentangkan, Mishima
Nobu berkata dingin,  "Katakan padaku, di mana manusia
celaka itu berada?!"
"Manusia celaka?" balas Dewi Permata Biru dengan 

kerlingan  mata  yang  semakin  mcnjadi-jadi.  "Apakah  kau
tidak berpikir kalau kaulah yang akan celaka? Berhadapan
dengan  Dewi  Permata  Biru,  berarti  harus  mampus!  Ini
berita yang sangat menyenangkan tentunya untuk Nomuro-
san!"
"Dugaanku  tepat  kalau  dialah  Dewi  Permata  Biru,"
batin  Mishima  Nobu  dalam  hati.  "Hhhh!  Perempuan  ini
adalah kunci di mana Nomuro Shasuke berada! Aku harus
berhasil mengorek keterangan dari nya!"
Berpikir  demikian,  seraya  maju  satu  langkah  ke
depan,  Mishima  Nobu  berkata,  "Jangan  membuat  aku
berubah  pikiran!  Perempuan  celaka!  Urusan  yang  kau
hadapi  bukanlah  urusanmu!  Kau  telah  melindungi
pembunuh  keparat,  secara  tidak  langsung  kau  juga
melibatkan diri!!"
"Mengapa harus mengulangi  lagi kata-kata  itu, hah?
Jelas  aku  memang  melibatkan  diri!  Bahkan...  nyawamu
hendak kucabut saat ini juga!!"
Habis makiannya,  serta-merta  sosok  Dewi  Permata
Biru meiesat ke depan. Lesatan angin mendahului gerakan
tubuhnya sementara kedua jotosannya dilepaskan.
Mendapati  serangan  ganas  itu,  Mishima  Nobu  tak
mau  menghindar.  Dia  justru  mencelat  ke  depan  dengan
teriakan mengguntur.
Dua pukulan bertemu keras.
Des! Des!
Sosok  Mishima  Nobu  terhuyung  tiga  langkah  ke
belakang  dengan  tangan  yang  terasa  cukup  ngilu.
Sementara itu, Dewi Permata Biru yang  tak kehilangan ke-
seimbangannya  sekejap  pun  juga,  sudah  menerjang
kembaii.  Kali  ini  dengan  kaki  kanan  berputar  yang  siap
menyambar kepala Mishima Nobu.
Terkejut  Mishima  tatkala merasakan  udara  seperti
dibeset.  Cepat  dia  merunduk  dan  meluruk  ke  depan
dengan  lepaskan  satu  jotosan.  Namun  dengan  tekuk
sikunya, Dewi Permata Biru memapaki pukulan itu. Bahkan
mendadak  saja  dia  membungkuk.  Gerakannya  sungguh 

cepat dan seperti tak terlihat. Karena tahu-tahu kaki kanan
Mishima telah dipegangnya kuat-kuat. Menyusul dibetotnya
kaki itu hingga untuk sesaat Mishima terkesiap.
"Ternyata  tak  sehebat  dugaanku  apa  yang  kau
miliki?!"  ejek  Dewi  Permata  Biru  dan  siap  lepaskan  jotos
annya.
Namun  di  luar  dugaannya,  mendadak  saja  tubuh
Mishima  Nobu  mencelat  ke  atas.  Kaki  kanannya  yang
dipegang  Dewi  Permata  Biru,  dijadikan  tumpuan
lompatannya.  Kaki  kirinya  yang  bebas  menendang  dads
Dewi Permata Biru yang terkejut, karena tak menyang kaki
lelaki dari Jepang itu akan membuat gerakan aneh.
Dadanya  telak  terhantam  bersamaan  dengan
tangannya  yang  terlepas memegang  kaki  kanan Mishima
Tobu.  Sementara  itu,  tubuh  Mishima  yang  mencelat  ke
atas, langsung jatuh kembali ke atas tanah. Hebatnya laki-
laki bertubuh pendek  ini bukan saja mampu  jatuh dengan
kedua  kaki  menginjak  tanah  lebih  dulu,  tetapi  seperti
membal  tubuhnya  kemudian  melesat  ke  arah  Dewi
Permata Biru.
Kedua tinjunya menderu.
Dewi  Permata  Biru  yang  dalam  keadaan
sempoyongan  pun  menunjukkan  kelasnya.  Dengan
gerakan  yang  aneh  pula  dia  berhasil  menangkap  kedua
tangan  Mishima  Nobu.  Sambil  kertakkan  rahangnya  dia
siap untuk membantingnya ke atas tanah.
Namun  lagi-lagi  lelaki  dari  Jepang  itu
memperlihatkan  kelincahannya.  Kedua  tangannya  yang
dipegang  kuat  oleh  Dewi  Permata  Biru,  diputar  ke  atas.
Dan.... Tap!
Ganti  sekarang  kedua  tangan  Dewi  Permata  Biru
yang  kini ditangkap. Sebelum Dewi Permata Biru  sem-pat
lepaskan diri, tahu-tahu tubuhnya sudah terangkat. Lalu....
Buuukk!!
Tubuhnya sudah dibanting ke atas tanah. Belum lagi
dia  sempat  bangun,  Mishima  Nobu  jatuhkan  tubuhnya
seperti  berlutut.  Jotosan  tangan  kanan  kirinya  kembaii 

mendarat  telak di dada Dewi Permata Biru  yang memekik
tertahan.
Dirasakan  ada  cairan  asin  dan  panas  di mulutnya.
Dewi  Permata  Biru  yang  sejak  semula memandang  sebe-
lahmata  pada Mishima Nobu,  langsung mencelat  ke  atas
setelah  tangan  kanannya  ditepakkan  di  tanah  di  saat
Mishima Nobu meneruskan serangannya.
"Jahanam  keparat!!"  makinya  dalam  hati.  "Akan
kuperlihatkan siapa aku sebenarnya!!"
Begitu  Mishima  Nobu  melancarkan  kembaii
pukulannya,  tahu-tahu  Dewi  Permata  Biru  mengangkat
kedua  tangannya.  Napasnya  nampak  agak  ditahan.
Menyusul kedua tangannya didorong ke muka.
WuuttttU
Saat  itu pula menghampar angin deras  rnendahului
kedua  jotosannya.  Ganti  Mishima  Nobu  yang  terkesiap
kaget.  Cepat  dia  membuang  tubuh  ke  samping  kanan.
Namun kaki kiri Dewi Permata Biru telah melabraknya.
Des!
Tubuh  Mishima  Nobu  tcrbanting.  Diam-diam  lelaki
dari  Jepang  ini  sadar  siapa  sesungguhnya  Dewi  Permata
Biru.  Kalaupun  tadi  dia  beberapa  kali  berhasil
mendaratkan  serangannya,  ilu  disebabkan  karena  Dewi
Permata Biru hanya memandang sebelah mata padanya.
           Tatkala  berhasil  kembaii  berdiri  tegak,  samurainya
telah tergenggam eral dengan kedudukan mengacung.
Berjarak  tiga  langkah  dari  hadapannya,  Dewi
Permata  Biru  memperhatikan  tak  berkedip.  Lalu  berkata
dingin, "Cukup sudah kita main-main! Sekarang, bersiaplah
untuk mampus!!"
Tatapan  yang  menusuk  itu  dipandang  tak  kalah
menusuknya  oleh Mishima  Nobu.  Dan mendadak  hatinya
agak  bergetar  tatkala  dilihatnya  Dewi  Permata  Biru
memutar-mular  tangannya  menyilang  di  depan  dada.
Seketika  terdengar  suara  angin  keras  membeset-beset
udara, menyusul  lama kelamaan  terlihat cahaya biru  yang
berkiblat-kiblat. 

"Hebat!  Baru  kali  ini  kulihat  jurus  yang  begitu
mengerikan!  Jelas  kalau  perempuan  ini  tadi  memang
sengaja mengalah, mungkin untuk mengejekku. Atau  lebih
jelasnya,  disebabkan  karena  dia  memandang  rendah
padaku hingga tak keluarkan semua ilmu yang dimilikinya.
Aku harus menghadapinya."
Berpikir  demikian  mendadak  saja  dia  putar
samurainya  dengan  hebat,  yang  semakin  lama  hanya
terlihat seperti bayangan-bayangan belaka. Suara samurai
ini  menderu-deru  laksana  titiran  raksasa,  menerbangkan
dedaunan  dan  menerbas  ujung-ujung  ranggasan  semak
hingga rata.
Di  seberang, Dewi Permata Biru hanya mendengus.
Disertai  teriakan  keras,  perempuan  yang  di  keningnya
terdapat  permata  yang  pancarkan  sinar  biru  itu,  sudah
menerjang  ke depan.  Tangan  kanan dan kirinya didorong.
Serta-merta melabrak satu gelombang angin berwarna biru
yang keluarkan suara menggemuruh.
Cukup kaget Mishima Nobu melihat serangan  lawan
yang ganas. Tetapi dia yang telah keluarkan jurus Menjerat
Matahari'  tak mau berdiam diri  lagi. Diiringi  teriakan keras
pula  dia  menerjang  ke  depan  setelah  memindahkan
langkah tiga tindak ke samping kiri.
Terjangan  gelombang  angin  warna  biru  yang  dile-
paskan  oleh  Dewi  Permata  Biru,  luput  dari  sasarannya.
Bersamaan  dengan  itu  samurai  yang digenggam Mishima
Nobu  sudah  diayunkan,  terasa  ada  hawa  panas  keluar.
Besetannya pada udara membuat bulu roma bergidik.
Dewi  Permata  Biru  cepat  membuang  tubuh  ke
kanan.  Bukan  kecepatan  ujung  samurai  itu  yang
membuatnya lerkejul. Namun hawa panas yang keluar dari
setiap kali samurai itu digerakkan yang membuatnya harus
menjaga jarak.
"Setan  terkutuk!!"  geramnya  seraya  bergulingan  ke
belakang.
Samurai  yang  digenggam  oleh Mishima Nobu  terus
mengejarnya, kendati berkali-kali lelaki dari Jepang itu juga 

harus  menghindari  gelombang  angin  warna  biru  yang
dilepaskan oleh Dewi Permata Biru.
Hingga  satu  ketika,  di  saat  Mishima  Nobu  sedang
mengayunkan  samurainya dari atas  ke bawah, mendadak
saja  Dewi  Permata  Biru  mencelat  ke  samping  kanan.
Gerakannya begitu cepat  sekali.  Tatkala  samurai  itu  telah
mengayun  yang  tentu  saja  mengenai  angin  belaka,
mendadak  saja  Dewi  Permata  Biru  putar  tubuhnya.
Tendangan kaki kanannya dilepaskan.
Bukkk!!
"Aaakhhhh!!"  Mishima  Nobu  keluarkan  pekikan
tertahan bersamaan tubuhnya terhuyung.
Dewi  Permata  Biru  yang  melihat  lawan  nampak
kehilangan keseimbangan untuk sesaat, tak mau hentikan
gempurannya.  Masih  memutar  tubuh  tangan  kanannya
didorong.
Wuuuttt!!
Satu hamparan angin keras warna biru menderu ke
kedua  kaki  Mishima  Nobu.  Kembaii  pekikan  tertahan
dikeluarkan  lelaki  dari  Jepang  itu.  Serta-merta  dia
berjingkat.
Bersamaan  terdengar  letupan  yang  keras  di  mana
hamparan  angin  tadi  menghantam  tanah  yang  dipijak
Mishima  Nobu,  Dewi  Permata  Biru  langsung  meluncur.
Tangan  kanannya  memukul  pergelangan  tangan  lawan,
hingga  samurai  lawan  terlepas.  Sementara  tangan  kirinya
menjotos dada lawan.
Mishima  Nobu  yang  belum  dapat  kuasai
keseimbangannya,  kembaii  harus  terhuyung  ke  belakang.
Dan  bukan  hanya  sampai  di  sana  saja  penderitaan  yang
dialaminya.  Karena  kaki  kiri  Dewi  Permata  Biru  telah
menghantam kembaii dadanya.
Kali ini  tubuh Mishima Nobu  langsung terpental dan
ambruk  di  atas  tanah.  Saat  berusaha  bangkit  nampak
wajahnya  meringis  kesakitan  sambil  pegangi  dadanya.
Matanya  yang  sipit  makin menyipit. Mendadak  sepasang
rahangnya mengembung.  Lalu  dia muntah  darah  berkali-

kali. Darah hitam itu keluar tanda dia telah terluka dalam.
Di  tempatnya  berdiri,  Dewi  Permata  Biru  terkikik
dengan kerlingan genit.
"Apakah  kini  kau  mengakui  kalau  dirimu  yang
celaka?" ejeknya dingin.
Lamat-lamat  Mishima  Nobu  angkat  kepalanya.
Sepasang matanya begitu dalam menusuk.
"Perempuan  laknat!  Kau  belum  mengalahkan  aku
bila belum membunuhku! Seorang samurai sejati pantang
mundur dari kalangan!!"
"Sungguh  sangat  menyenangkan  mendengar
keberanian  ucapanmu  itu!  Tetapi  tak  lebih  hanya  untuk
menutupi  ketakutan  belaka!  Sayang,  sahabatku  Nomuro-
san  tidak berada di  sini! Padahal  kalau ada,  tentunya dia
sangat senang sekali!"
"Katakan padaku, di mana dia berada?" membentak
Mishima Nobu dengan sorot mata berapi-api.
Dewi Permata Biru yang sebenarnya sedang mencari
Nomuro Shasuke cuma tertawa.
"Kau  tahu  pun  sekarang  percuma?  Bukankah
sebentar  lagi  kau  akan  pergi  menghadap  setan-setan
neraka?!"
"Perempuan  jahanam!" hardik Mishima Nobu  keras.
Justru  karena  dia  memaksakan  diri  untuk  berteriak,
dirasakan dadanya yang telah nyeri berlambah nyeri.
Namun  utusan  Kaisar  Tokugawa  lesyasumoto  ini
memang  tidak  takut  mati.  Dengan  kumpulkan  segenap
sisa-sisa tenaganya dia melesat maju.
Akan  tetapi  sudah  tentu  serangannya  itu  dengan
mudah  dipunahkan  lawan.  Hanya  dengan  angkat  tangan
kanannya,  lalu  kirimkan  satu  jotosan  melalui  tanganj
kirinya,  sosok  Mishima  Nobu  kembaii  terpental  ke
belakang.
Ambruk  dan  dia  merasa  sukar  untuk  bangkit
kembaii. Sekujur tubuhnya dirasakan nyeri bukan main.
Dewi  Permata  Biru  yang  tak mau membuang wakti
lagi,  berkata  dingin,  "Sayang  beribu  sayang,  Nomurc 

Shasuke  tidak  berada  di  sini!  Tetapi  kepalamu  akan
kubawa kehadapannya! Sekarang... mampuslah kau!!"
Habis  seruannya,  tubuhnya pun mencelat  ke depan
Tangan  kanannya  yang  mendadak  keluarkan  sinar  biru
diangkat  tinggi-tinggi  dan  siap  dihantamkan  ke  kepala
Mishima Nobu yang cuma memejamkan matanya.
Namun  mendadak  saja  satu  gelombang  angin
melesat  ke  arahnya, membuat  Dewi  Permata  Biru  urung
kukan maksud. Dia justru membuang tubuh ke belakang.
Bersamaan  suara  letupan  keras  menghantam
sebuah  pohon,  Dewi  Permata  Biru  yang  telah  kembali
berdiri  tegak  sudah  keluarkan  bentakan,  "Jahanam
terkutuk!  Siapa  orangnya  yang  lancang  campuri  urusan
Dewi Permata Biru!!"
Suaranya  menggelegar  keras.  Sementara  itu
Mishima  Nobu  yang  merasakan  dirinya  masih  hidup,
segera  buka  sepasang  matanya.  Dilihatnya  wajah  Dewi
Permata  Biru  merah  padam  dengan  kedua  tangan
mengepal.
Dua  tarikan  napas  berikutnya,  satu  sosok  serba
hitam  telah  keluar dari balik  ranggasan  semak belukar di
sebelah kanan. Berdiri gagah dengan kedua tangan terlipat
di depan dada. Wajah  orang  itu  juga berbalut kain hitam,
hanya sepasang matanya saja yang tidak tertulup.
Sementara  Dewi  Permata  Biru  kerutkan  keningnya,
Mishima  Nobu  mendesis  lerkejut,  "Ninja....  Mengapa
pembunuh  bayaran  itu  berada  di  sini?  Dan mengapa  dia
menolongku?"

*** 

5

Sesaat  tak  ada  yang  buka  mulut  kecuali  suara
kertakkan  rahang  Dewi  Permata  Biru  yang  agak  keras.
Sorot  mata  perempuan  ini  nyalang  tak  berkedip  pada
sosok serba hitam yang juga menatapnya dingin.
Beberapa  helai  daun  yang  langsung  menjauh
tersapu angin. Sebagian alang-alang berlenggak-lenggok.
Keheningan  itu  cukup  lama  meraja  sebelum"
terdegar  bentakan  Dewi  Permata  Biru,  "Orang  ingin
mampus! Lancang sekali kau campuri urusanku, hah?!"
Sementara  Mishima  Nobu  mempergunakan
kesempatan  itu  untuk  beringsut  ke  belakang,  lelaki
berpakaian  serba  hitam  yang  kedua  tangannya  masih
terlipat  di  depan dada bersuara dingin,  "Tak  ada maksud
campuri  urusanmu!  Aku  hanya  hendak  ajukan  tanya,  di
mana Nomuro Shasuke berada?!"
Bukan  hanya  Dewi  Permata  Biru  yang  terkejut
mendengar  ucapan  orang,  Mishima  Nobu  pun  sesaat
kerutkan  dahinya.  Sambil  pandangi  orang  berpakaian
serba  hitam  itu  dia  membatin,  "Setahuku...  para  ninja
adalah  pembunuh  bayaran  yang  sangat  terlatih.  Kalau
kehadirannya  di  tanah  Jawa  ini  untuk  mencari  Nomuro
Shasuke  sungguh  mengejutkan.  Jangan-jangan....  Kaisar
telah mengupah serta menugaskannya untuk menang-kap
pembunuh  celaka  itu.  Tetapi  rasa-rasanya...  tak mungkin
Kaisar mau berhubungan dengan para pembunuh bayaran
yang  justru  sebagian  orang  pernah  hendak
mencelakakannya...."
Dewi  Permata  Biru  sendiri  hanya  terdiam.  Sorot
matanya  tetap  tajam  tak  berkedip. Kemudian  dengusnya,
"Urusan apa kau mencari Nomuro Shasuke, hah?!"
"Jangan  banyak  tanya!!"  sahut  orang  itu  keras.
"Urusanku  adalah  membunuh  Nomuro  Shasuke!  Tadi
kudengar kau mengatakan kalau Nomuro Shasuke adalah
sahabatmu!  Jangan  sampai  kemarahanku  menjadi  naik
dan kau menyesali keadaan!!" 

Mendengar  ancaman  orang,  perempuan  yang
panasan ini mengkelap. Kedua tangannya mengepal keras.
"Keparat!  Kudengar  orang-orang  seperti  kau  di  ne-
geri  Matahari  adalah  pembunuh-pembunuh  bayaran
tangguh!! Ingin kulihat apakah kepandaian yang kau mniliki
sama dengan kabar yang pernah kudengar!"
"Kukatakan  sekali  lagi,  di  mana  Nomuro  Shasuke
berada?!!" bentak orang itu keras.
"Carilah dia di neraka!!"
Selesai  bentakannya,  Dewi  Permata  Biru  langsung
mendorong ke dua tangannya. Kejap itu pula melabrak dua
gelombang  angin  warna  biru  ke  arah  orang  berpakaian
serba hitam.
Hebatnya, orang  itu  justru  tetap  tegak di  tempatnya
dengan kedua  tangan  terlipat di depan dada. Sesaat Dewi
Permata  Biru  raendengus  gusar,  "Kesombonganmu  akan
putus bersama nyawamu yang akan melayang!!"
Namun alangkah lerkejulnya perempuan berpakaian
merah  menyala  ini,  tatkala  mendadak  saja  orang
berpakaian  serba  hitam  hanya  menggeser  kakinya  ke
samping  kanan  lima  tindak.  Dua  gelombang  angin  tadi
hanya  meleset  satu  jengkaldari  tubuhnya,  dan  langsung
melabrak  dua  buah  pohon  yang  bergetar.  Menyusul
tumbang dengan suara gemuruh.
Sementara Dewi Permata Biru  terkesiap kaget ninja
itu bersuara dingin,  "Upah  telah kuterima! Siapa pun  yang
halangi  niatku  untuk membunuh  Nomuro  Shasuke  maka
dia harus menerima ganjarannya!!"
Mishima  Nobu  yang  terkejul  melihat  gerakan  yang
dilakukan  orang  berpakaian  serba  hitam  saat  hindari
Iabrakan serangan Dewi Permata Biru, kini menarik napas
lega setelah mendengar apa yang dikatakannya.
"Jelas  kalau  Kaisar  Tokugawa  lesyasumoto  telah
mengupah  ninja  ini  untuk  menangkap  dan  membunuh
Nomuro  Shasuke.  Sungguh  sesuatu  yang  rasanya  sangat
mustahil,  karena  Kaisar  mau  berhubungan  dengan  para
ninja." 

Di  tempatnya  Dewi  Permata  Biru  membatin,
"Sungguh  patut  kukagumi!  Serangan  'Angin  Biru'  berhasil
dielakkan  dengan  mudah  olehnya!  Tetapi...  siapa  pun
orangnya  yang  berniat  hendak  membunuh  sahabatku
maka  dia  akan  berhadapan  denganku  kendati  aku  harus 
korbankan nyawa! Nomuro Shasuke lah satu-satunya orang
yang mau mengerti segenap perasaan dan cinta ku."
Perempuan  yang  pernah  dilanda  kelaraan  cinta
merasa  kalau  Nomuro  Shasuke  mencintainya  terdiam
beberapa  saat.  Dia  memang  tak  pernah  tahu  kalau
pembunuh  dari  Jepang  itu  hanya memanfaatkannya  saja.
Memanfaatkan kehebatan dan tubuh yang dimilikinya.
Lamat0lamat  terlihat  perempuan  ini  geser  kaki
kanannya ke depan. Agak menekuk dengan kaki kiri lurus.
Kepalanya tegak lurus dengan langit. Pandangannya makin
tajam.
Perlahan-Iahan  terlihat  kedua  tangannya  kali  ini
pancaikan  sinar  warna  biru  yang  cukup  terang.  Sejurus
kemudian  terdengar  makiannya,  "Kupenggal  dulu
kepalamu,  baru  kukatakan  di  mana  Nomuro  Shasuke
berada!"
"Kau akan menyesali kelancanganmu ini!!"
"Keparat!  Kubuktikan  ucapanku!!"  bentak  Dewi
Permata  Biru  Bersamaan  dengan  bentakannya.  kedua
tangannya  yang  pancarkan  sinar  biru,  memegang  pelipis
kanan  kirinya. Nampak  kedua  tangan  itu  bergetar  sesaat
sebelum  permata  yang  ada  di  keningnya  kini  makin
menyinarkan  sinar  biru.  Kalau  tadi  hanya  sinar  biru  saja
yang keluar, kali ini bersamaan dengan hawa yang panas.
Di  seberang,  orang  berpakaian  serba  hitam  tak
keilipkan  matanya.  Diam-diam  disadarinya  kalau  lawan
akan lakukan serangan yang berbahaya.
Apa  yang  diduganya  memang  benar.  Karena
mendadak  saja  Dewi  Permata  Biru  dorong  kedua
tangannya  ke  depan  yang  kejap  itu  pula menderu  angin
biru  yang  keras.  Belum  lagi  labrakan  itu  mengenai
sasarannya.  mendadak  saja  satu  sinar  biru  yang 

mengandung  hawa  panas  meiesat  dari  permata  di
keningnya.
Orang  berpakaian  serba  hitam  sesaat  melengak
sebelum dia mclompat ke samping kanan. Saat melompat
ilu,  terlihat  dua  buah  ganco  terselip  di  belakang
pinggangnya.
Blaaar! Blaarrr! Blaarrrr!!
Tiga  letupan  keras  terdengar  beruntun.  Ranggasan
semak  belukar  yang  terkena  angin  biru,  langsung  pecah
berantakan  hingga  akarnya.  Sementara  sinar  biru  yang
terpancar  dari  permata  di  kening  si  perempuan,
menghantam  sebuah  pohon  yang  langsung  bolong
keluarkan asap. Sesaat tak ada keanehan lain pada pohon
itu. Namun di lain saat mendadak saja pohon itu bergetar,
menyusul  dedaunannya  berguguran.  Kejap  itu  pula
terdengar  suara  berderak,  lalu  menggemuruh  di  saat
pohon besar itu tumbang.
Bukan  hanya  orang  berpakaian  serba  hitam  yang
terkejut, Mishima Nobu sendiri diam-diam menahan napas.
"Apa  yang  diperlihatkan  perempuan  berpakaian
merah menyala tadi, memang disebabkan dia memandang
sebelah  mata  padaku.  Tetapi  pada  kenyataannya,  ilmu
yang  kumiliki  berada  tiga  tingkat  di  bawahnya.  Mudah-
mudahan, ninja yang diutus oleh Kaisar berhasil mengatasi
perempuan celaka ini."
Di  lempatnya  begitu  serangannya  luput  dari
sasarannya, Dewi Permata Biru langsung mencelat. Tangan
kanan  dan  kirinya  digerakkan  berulang  kali,  sementara
sinar  biru  yang mengandung  hawa  panas  terus mencelat
dari permata di keningnya.
Terlihat  bagaimana  orang  berpakaian  serba  hitam
berjumpalilan dibuatnya. Kecepatan yang dimiliki oleh ninja
itu  memang  sungguh  mengagumkan.  Kendati  tempat  itu
semakin porak poranda  terhantam angin dan sinar biru si
perempuan, sosoknya belum terkena sedikit juga.
Keadaan  ini  semakin membuat  Dewi  Permata  Biru
kalap.  Serangannya  sekarang  seperti  asal  saja,  namun 

tetap berbahaya. Bahkan Mishima Nobu sendiri yang telah
pulih  keadaannya  harus melompat  bila  tak  ingin  hangus
lersambar sinar biru si perempuan.
"Mengapa  kau  hanya  bisa  berjumpalitan  seperti
monyet,  hah?!  Apakah  kau  sudah  mati  kutu  sekarang?!"
sentak Dewi Permata Biru dengan wajah memerah.
Orang  berpakaian  serba  hitam  itu  tak  hiraukan
seruannya.  Dia  terus  berusaha  untuk  hindari  serangan
Dewi Permata Biru. Mendadak  saja dia  cabut ganco  yang
berada  di  belakang  pinggangnya.  Lalu  dengan  kecepatan
yang  luar biasa disertai  tenaga dalam, dilemparnya kedua
ganco itu ke arah lawan.
Dewi Permata Biru hanya keluarkan dengusan. Lalu
gerakkan kepalanya.
Wuuttt!!
Sinar  biru  yang mengandung  hawa  panas melesat,
melabrak  kedua  ganco  itu  yang  bukan  hanya  tertahan
tetapi juga langsung lumer.
Kescmpatan  di  saat  Dewi  Permata  Biru  sedang
menghancurkan kedua ganco yang dilemparkannya, orang
berpakaian  serba  hitam  langsung  mencelat  ke  depan
sctelah kaki kanannya dijejakkan keras di atas tanah.
Kedua  tangannya  yang  juga  dibalur  pakaian  hitam,
digerakkan  dengan  cara  memutar  dan  mendorong.
Terdengar suara laksana salakan petir yang kuat.
Melengak Dewi Permata Biru menyadari serangan itu
sudah  begitu  dekat.  Dengan  memiringkan  tubuhnya,
tangan  kanannya  yang  kini  berwarna  biru,  langsung
dipukulkan.
Wuusss!!
Gelombang  angin  biru menderu  keras.  Ganti  orang
berpakaian  serba hitam  yang  terkejut. Dan dia  yang  ganti
membikin Dewi Permata Biru terkejut.
Menurut  sangkaan  Dewi  Permata  Biru,  ninja  ini
justru  akan memapaki  pukulannya.  Paling  tidak  kalaupun
menghindar akan membuang tubuh ke belakang.
Orang berpakaian  serba hitam  ini memang  sengaja 

mengurungkan  serangannya.  Tetapi  dia  justru  berputar
setengah lingkaran kekiri. Satu gerakan yang  tak disangka
oleh  Dewi  Permata  Biru,  karena  dia  justru  sedang
lancarkan serangan berikutnya.
Pada saat yang bersamaan, orang berpakaian serba
hitam ini melepaskan jotosan tangan kanannya.
Desss!!
Tepat  mengenai  pinggang  kiri  Dewi  Permata  Biru.
Melengak  perempuan  ini  laksana  terhantam  petir.
Tubuhnya  agak  limbung. Namun  yang mengejutkan,  ninja
ilu  justru  tak  teruskan  serangannya.  Dia  malah  berdiri
tegak.
Mishima Nobu  yang malah menjadi  geram. Dengan
cepat  disambar  samurainya  yang  tadi  terjatuh.  Begitu
disambar  dia  langsung melompat  ke  arah  Dewi  Permata
Biru  seraya  mengayunkan  samurainya  siap  membelah
kepala Dewi Permata Biru.
Akan  tetapi  sebelum  berhasil  dilakukannya,  orang
berpakaian serba hitam sudah mencelat ke depan. Tangan
kanannya  mcnepak  samurai  Mishima  Nobu.  Sementara
tangan  kiri  mendorong  dada  lelaki  bertubuh  pendek  itu
hingga terhuyung ke belakang.
"Jangan  campuri  urusanku!!" maki  ninja  ini  dengan
pandangan tajam.
Mishima Nobu  yang  telah  kuasai  keseimbangannya
kembali mengkelap gusar.
"Aku  tak  tahu  siapa  yang  mengupahmu  untuk
membunuh  Nomuro  Shasuke!  Kendati  mulutmu
mengatakan  Kaisar  Tokugawa  lesyasumoto  yang
mengirimmu!  Tetapi,  aku  juga  punya  kepentingan  pada
perempuan celaka itu!"
' "Hhh!! Tentunya kau bernama Ayothomori!" sahut si
ninja makin dingin.
"Kau salah besar! Namaku Mishima Nobu!!"
"Kudengar, kalian bertiga! Dan yang kudengar, hanya
Ayothomori-iah yang bertindak kejam! Tetapi sayang, kabar
itu ternyata salah! Kau juga bertindak kejam!!" 

Sesaat wajah Mishima Nobu memerah. Kejap  lain  ]
did berkata, "Persetan dengan ucapanmu! Menyingkir! Atau
kita akan berhadapan sebagai lawan!!"
"Kau  tak  bcrdaya  di  tangan  perempuan  itu,
sementara  perempuan  itu  tak  berdaya  di  tanganku!
Apakahl  kau masih berusaha untuk menutupi diri dengan
kemampuanmu, hah?! Atau kau masih membanggakan diri
sebagai  seorang  samurai?  Yang  pantang  dikalahkan  dan
lebih baik berseppuku?*
Mendengar kata-kata orang, Mishima Nobu  terdiam.
Dadanya masih  turun naik  tanda dia masih  gusar Namun
sedikit  banyaknya  dia membenarkan  apa  yang  dikatakan
ninja  di  hadapannya.  Bila  dia  membunuh  Dewi  Permata
Biru, apa bedanya dia dengan Nomuro Shasuke?
Lalu  didengarnya  lagi  suara  ninja  di  hadapannya
"Bila  dia  dicabut  nyawanya... maka  jejak manusia  celaka
bernama  Nomuro  Shasuke  justru makin  terbentang  jauh!
Tanah  Jawa  begitu  luas!  Dan  dia  bisa  berada  di  tempat
yang sukar diketahui!!"
Kali  ini  Mishima  Nobu  membenarkan  alasan  yanjj
dikemukakan orang berpakaian serba hitam ini.
Sementara  itu,  Dewi  Permata  Biru  yang  jatuh
tersungkur perlahan-lahan bangkit. Dirasakan pinggangnya
seperti patah. Pukulan yang dilancarkan orang berpakaian
serba  hitam  seperti  mengandung  kekuatan  listrik  yang
melemahkan tlenaga dalamnya.
Namun  perempuan  kejam  ini  tak  peduli  dengan
keadaan  dirinya.  Dengan  kedua  kaki  masih  agak  goyah
saat  berdiri  tegak  di  atas  tanah,  dia  berseru  dingin,
"Jahanam  berpakaian  hitam!  Aku  akan  mengadu  jiwa
denganmu!!"
Orang  berpakaian  serba  hitam  itu  justru  angkat
tangan kanannya.
"Jangan  bertindak  bodoh!  Membunuhmu  saat  ini
semudah  membalikkan  telapak  tanganku!  Tetapi
nampaknya... kau memang  terlaiu memaksa untuk mati di
tanganku!!" 

"Keparat!!"  maki  Dewi  Permata  Biru.  Kendati
mulutnya berbunyi begitu, namun hatinya kebat-kebit pula.
Disadarinya betul kalau dia  tak akan mampu menghadapi
ninja  ini.  Karena  sejak  tadi  menyerang,  tak  satu  pun
serangannya  yang  masuk.  Sementara  lawannya,  begitu
menyerang, langsung mengenai sasaran.
"Kau  telah berlaku bodoh dengan menyembunyikan
pembunuh bernama Nomuro Shasuke! Bahkan kau seolah
dibutakan oleh mata hatimu sendiri, kalau kau justru hanya
diperalat  oleh  lelaki  itu!  Aku  bukan  orang  yang  sabar!
Tugasku membunuh!  Tetapi, akudiupah untuk membunuh
Nomuro Shasuke! Hanya saja, bila kau tetap menghalangi,
aku tak segan-segan untuk mencabut nyawamu!!"
Sesaat  orang  berpakaian  serba  hitam  ini  hentikan
ucapannya. Rupanya, apa yang dikatakannya barusan  tadi
membuat  nyali  Dewi  Permata  Biru  menciut.  Kendati
demikian,  dia  menggeram  dalam  hati,  "Jahanam!  Untuk
saat  ini,  kubiarkan  kau  berlaku  apa  saja  pada  diriku!!
Tetapi suatu saat... ya... suatu saat...."
Terdengar  lagi  suara  orang berpakaian  serba hitam
keras,  "Katakan  padaku,  di  mana  Nomuro  Shasuke
berada?!!"
Dengan  kepala  ditengadahkan,  Dewi  Permata  Biru
menyahut, "Aku tak tahu apakah kau anggap aku berdusta
atau  tidak!  Tetapi  pada  kenyataannya,  aku  justru  tengah
mencari Nomuro Shasuke!!"
Orang  berpakaian  serba  hitam  terdiam.
Pandangannya  lurus  ke  depan  seolah  hendak  terobos
relung hati Dewi Permata Biru.
Justru terdengar seruan Mishima Nobu, "Dusta!!"
Dewi  Permata  Biru  arahkan  pandangannya. Kali  ini
dia  tersenyum  melecehkan,  "Tadi  kukatakan...  terserah
penilaian siapa pun yang mendengarnya!"
"Perempuan keparat! Kau...."
Seruan Mishima Nobu terputus oleh suara ninja yang
berdiri  tegak  dengan  lipat  kedua  tangan  di  depanj
dada,"Pergilah!!" 

Dewi Permata Biru menggeram.
"Ingat...  untuk  saat  ini  aku mengaku  kalah!  Tetapi,
jangan  harap  aku  dapat  kau  pecundangi  untuk  kedua
kalinya!!"
Ninja  itu  tak keluarkan suara. Hanya pandangannya
yang begitu dingin.
Dewi  Permata  Biru  sendiri  tak  mau  membuang
kesempatan  lagi. Dengan  langkah agak  terhuyung  karena
pinggang  bagian  kirinya  masih  terasa  sakit,  dia
meninggalkan tempat itu.
Mishima  Nobu  langsung  keluarkan  suara,  "Tak
pantas kau melepas perempuan celaka itu!!"
"Ini urusanku! Bila kau menghalangi urusanku, maka
aku tak segan-segan mencabut nyawamu, Mishima-san!"
"Sebutkan namamu!!" "Akiko Arashi!!"
Habis sahutannya, orang berpakaian serba hitam  ini
langsung berkelebat meninggalkan tempat itu. Gerakannya
begitu cepat sekali hingga yang nampak hanya merupakan
bayangan hitam belaka.
Sepeninggalnya,  Mishima  Nobu  menarik  napas
panjang.  Dia  masih  gusar  mendapatkan  keputusan  yang
dilakukan  oleh  ninja  bernama  Akiko  Arashi.  Baginya,  apa
yang  dikatakan  Dewi  Permata  Biru  adalah  sebuah
kedustaan.
Namun  setelah  beberapa  saat,  perlahan-lahan
Mishima  Nobu  mulai  merasakan  kebenaran  yang
dikatakan Akiko Arashi. Apalagi dia mendapatkan dugaan,
kalau  ninja  itu  sengaja  melepaskan  Dewi  Permata  Biru
yang kemudian untuk diikutinya.
"Cerdik!!"  desisnya  sambil  angguk-anggukkan
kepalanya. Lalu dia pun mulai meninggalkan tempat itu, ke
arah  yang  ditempuh  oleh  Dewi  Permata  Biru  dan  Akiko
Arashi.

*** 

6

Hiedha  Ogawa  menganggukkan  kepalanya
mendengar  kata-kata  Pucha  Kumar  di  sebuah  jalan
setapak  yang  dipenuhi  rerumputan.  Mereka  baru  saja
menghen-  ]  tikan  kelebatan di  tempat  itu. Di hadapannya
nampak] sebuah persimpangan. Agak jauh dari tempatnya,
jalan  j  seperti  tumpang  tindih  satu  sama  lain.  Lelaki
berkumis  tipis  ini  segera  berkata,  "Rasanya...  memang
lebih  baik  begitu.  Kemungkinan  besar,  kita  akan  lebih
cepat menemukan Nomuro Shasuke."
Pucha Kumar  yang  tadi mengusulkan  untuk  segera
berpisah, balas menganggukkan kepalanya.
"Hiedha-san... berhati-hatilah...."
Hiedha  Ogawa  tersenyum.  Dia  sungguh  senang
dengan  perilaku  lelaki  bersorban  putih  ini.  Dan  dia  jugaj
menyayangkan  sekali nasib malang  yang menimpa  kedua
adik  Pucha  Kumar,  yang  lewas  dibunuh  oleh  Nomuro
Shasuke.  Dilihat  juga  bagaimana  lelaki  dari  India  itu
nampak sudah tidak bisa lagi menahan sabar untuk segera
menemukan  Nomuro  Shasuke.  Sepasang  matanya  yang
indah dengan alis tebal itu seperti pancarkan sinar dendam
yang berbahaya.
Hiedha Ogawa maklum. Siapa pun akan mendendam
pada Nomuro Shasuke bila mengalami kejadian itu. "Begitu
pula denganmu...," sahutnya pelan.
Setelah menganggukkan kepalanya sekali lagi, lelaki
dari India itu pun segera melangkah cepat ke arah kanan.
Sesaat  tadi  Hiedha  Ogawa  melihat  tatapan  yang  kian
berbahaya kendati bibir Pucha Kumar tersenyum.
"Aku  sungguh  malu  atas  perbuatan  Nomuro
Shasuke.  Dengan  kata  lain,  dia  bukan  hanya  telah
menyebarkan bibit dendam pada bangsanya sendiri. Tetapi
juga orang-orang di tanah Jawa, bahkan lelaki dari India itu.
Hhh! Sungguh suatu masalah yang sangat sulit"
Sesaat  salah  seorang utusan dari Kaisar  Tokugawa
lesyasumoto ini terdiam. Lama baru terdengar desisan-nya 

lagi, "Apakah Pendekar Slebor sudah berhasil menemukan
Nomuro Shasuke? Atau mengetahui di mana Dewi Permata
Biru  berada?  Ah,  bila  saling  tunggu  memang  hanya
membuang  waktu.  Sebaiknya,  aku  segera  bergerak  lagi
sekarang...."
Memutuskan  demikian,  Hiedha  Ogawa  segera
berkelebat.  Kali  ini  dia  tak  mau  hentikan  kelebatannya
sekejap pun bila tidak mendapatkan satu keterangan yang
berarti.
Tepat  matahari  mulai  tergelincir  di  barat,  Hiedha
Ogawa  sudah memasuki  sebuah  hutan  kecil  yang  cukup
lebat.  Kepekatan  seolah  menerjang  tempat  itu,  kendati
pandangan masih  cukup  bebas melihat  sekitarnya.  Angin
bergerak  dari  satu  pohon  ke  pohon  lain, menggu-gurkan
dedaunan dan menggetarkan ranggasan semak belukar.
Tatkala  lelaki berkumis  tipis  ini memasuki sepertiga
hutan  itulah  didengarnya  suara  kelebatan  orang  di
belakangnya.  Karena  merasa  hanya  bukan  dia  seorang
yang  berada  di  hutan  itu,  Hiedha  Ogawa  memutuskan
untuk  hentikan  kelebatannya.  Serta-merta  diputar
tubuhnya.
Namun  justru  keningnya  yang  mendadak  berkerut.
Karena tak dilihatnya siapa pun di belakangnya. Sesaat dia
menunggu,  namun  orang  yang  dipikirnya  berada  di
belakangnya tadi tetap tak nampak.
Hmm...  mungkin  pendengaranku  salah.  Bisa  jadi
hanya hewan-hewan hutan ini yang berkeliaran...."
Lalu  dia  kembaii meneruskan  langkahnya.  Sepuluh
tombak  dilalui,  kembali  didengamya  suara  orang
berkelebat di belakangnya. Kali ini Hiedha Ogawa tak ingin
langsung melihat  siapa  orang  yang mengikutinya. Bahkan
dia berpikir, "Mungkin hanya gerakan angin...."
Tetapi  setelah  tiga  puluh  tombak  terlewati,  kali  ini
dia jelas-jelas mendengar suara orang mengikutinya.
"Aneh!  Siapa  yang mengikutiku  ini? Mustahil  suara
angin maupun  gerakan hewan-hewan  terus berada  di  be-
lakangku? Hmmm... akan kukejutkan dia...." 

Namun  sebelum  dilakukan  maksudnya,  mendadak
saja  satu  gelombang  angin  keras  menderu  ke  arahnya.
Sadar akan perubahan angin, masih berlari Hiedha Ogawa
mendadak melompat ke samping kanan.
Wusss!!
Blaammm!
Gelombang angin itu menghajar ranggasan semak di
depannya  yang  langsung  rata  di  bagian  tengah.  Begitu
kedua  kakinya  hinggap  di  tanah,  Hiedha  Ogawa  lansung
putar  tubuh.  Gerakan  yang  dilakukannya  sangat  cepat,
namun dia tak melihat siapa pun di belakangnya.
Sesaat  lelaki  berkumis  tipis  ini  terdiam.  Wajahnya
agak  tegang.  Sepasang matanya  yang  sipit  dipentangkan
lebih lebar.
"Ada  orang  yang menginginkan  nyawaku.  Jelas  dari
serangannya  dan  sosoknya  yang  tak  kelihatan  dan
tentunya  langsung  bersembunyi  begitu  aku  berpaling.
Hmmm... siapa orang itu?"
Kali  ini  Hiedha  Ogawa  tak  langsung  meneruskan
larinya.  Dia  justru  memperhatikan  sekelilingnya  tanpa
kedip.  Tangan  kanannya  mengepal  tanda  kejengkelan
mulai naik karena diserang secara gelap tadi.
"Mencari orang itu yang bersembunyi entah di mana,
cukup  sulit  mengingat  begitu  rapatnya  pepohonan  dan
tingginya semak belukar. Sebaiknya...."
Kata  hati  Hiedha  Ogawa  langsung  terputus  tatkala
satu gelombang angin kembaii menderu ke arahnya.
"Heiii!!"  serunya  seraya  melompat.  Bersamaan
dengan  itu  dia  bergulingan  ke  depan,  ke  arah  datangnya
gelombang  angin  tadi.  Samurai  langsung  diloloskan  dan
ditebasnya ranggasan semak di hadapannya.
Craakkkk!!
Sebagian  semak  itu  langsung  rata  ujungnya.
Sebelum samurainya menebas ranggasan semak tadi, satu
so¬sok  tubuh  telah  melompat  ke  depan  dengan  cara
bersal-to.  Bersamaan  dengan  itu,  tangan  orang  ini
langsung  menepak  ke  punggung  Hiedha  Ogawa.  Namun 

tepakan  itu  gagal,  karena  tanpa  balikkan  tubuh,  Hiedha
Ogawa  sudah  mendorong  samurainya  ke  belakang.
"Jahanam!!" maki orang itu.
"Nomuro  Shasuke!!"  desis  Hiedha  Ogawa  begitu
mcngenali  suara  orang  tadi.  Cepat  dia  putar  tubuhnya.
Kejap itu pula dilihatnya satu sosok tubuh berwajah bengis
berdiri berjarak delapan langkah dari hadapannya.

***

Orang  yang  lakukan  bokongan  tadi  namun  gagal
memang  Nomuro  Shasuke  adanya.  Dan  sekarang
pembunuh dari Jepang  itu memandang  tak berkedip pada
Hiedha Ogawa yang sudah maju dua tindak ke depan.
"Nomuro-san! Sungguh  kau punya nyali untuk mun-
cul  di  hadapanku!  Tak  perlu  lagi  membuang  waktu!  Ikut
denganku  untuk  menerima  hukuman  dari  Kaisar,  atau
rebah berkalang tanah!!" seru Hiedha keras.
Bukannya  segera  sahuti  ucapan  orang,  Nomuro
Shasuke  cuma  terbahak-  bahak  keras,  hingga  kedua  ba-
hunya agak berguncang.
Di  tempatnya, sepasang mata Hiedha Ogawa makin
menyipit dalam. Berkilat-kilat berbahaya.
"Rupanya  kau  memilih  keputusan  yang  kedua!!"
desisnya dingin.
Tawa  Nomuro  Shasuke  bertambah  keras.  Lalu
mendadak saja diputuskan  tawanya dan merandek dingin,
"Hiedha-san!  Ucapanmu  begitu  tinggi  melebihi
keperkasaan  Dewa  Matahari!  Justru  aku  yang  hendak
ajukan  pilihan  padamu!  Kembaii  ke  negeri  Sakura  dan
mengatakan  pada  Kaisar  bahwa  tak  lama  lagi  dia  akan
mampus,  atau  kau  yang  akan  berkalang  tanah  di
hadapanku!!"
Mengkelap wajah Hiedha Ogawa mendengar ejekan
orang. Lebih sakit  lagi hatinya  tatkala mendengar Nomuro
mengejek  Kaisar  Tokugawa  lesyasumoto  yang  sangat
dihormatinya. 

Tetapi  lelaki  berkumis  tipis  ini  masih  bisa  tindih
amarahnya, Kendati demikian, saat berkata-kata suara-nya
mencerminkan kemarahannya, "Kita buktikan hari ini siapa
yang berkalang tanah!!"
Kembaii  terdengar  tawa  Nomuro  Shasuke  dan  di
sela-sela  tawanya dia  berseru,  "Dari ucapanmu  kau  jelas-
jelas memandang sebelah mata kepadaku! Bagus! Apa pun
yang  kau  lakukan  adalah  hakmu!  Tetapi  sayangnya,  apa
yang kau duga tenlangku sungguh salah besar!"
Tangan  kanan  Hiedha  Ogawa  yang  memegang
samurai  bergetar  tanda  dia  sudah  tak  kuasa  menahan
amarahnya. Sebelum dia berkata, Nomuro Shasuke sudah
berkata  lagi,  "Kuberi  tahu  sebuah  rahasia  yang  kupunya!
Hiedha-san! Kau  tentunya belum mendatangi Desa Owari,
bukan?  Hmmm...  sebuah  desa  yang  sangat  indah  dan
permai...."
"Owari? Apa maksudnya berkata demikian? Di sana
tinggal sensei (guru dalam ilmu silat) Hatsuko Kuichi," kata
Hiedha  Ogawa  dalam  hati.  Lalu  berseru,  "Mengapa  kau
bawa-bawa desa Owari?!"
Nomuro  Shasuke  tertawa  dulu  sebelum  berkata,
"Kita lupakan (entang desa itu. Tetapi aku yakin, kau ingat
betul  siapa  yang  tinggal  di  sana.  Hiedha-san!  Ke  mana
perginya Ayothomori dan Mishima? Mengapa mereka tidak
bersama-sama  denganmu?  Atau...  mereka  sebenarnya
hanya  tikus-tikus  busuk  yang  takut  berhadapan
denganku?!"
"Apa  maksudmu  berbicara  desa  Owari?!"  sengat
Hiedha Ogawa  gusar.  Sesuatu  yang mendadak muncul di
benaknya membuatnya tidak bisa tenang sekarang.
Lagi-lagi  Nomuro  Shasuke  tidak  menjawab  perta-
nyaannya.  Dia  berkata,  "Kau  telah  mengundang  gaijin
(sebutan untuk orang asing) yang berjuluk Pendekar Slebor
untuk menangkapku. Tetapi kupikir... dia akan mampus di
tangan  sahabatku  yang  berjuluk  Dewi  Permata  Biru  dan
salah  seorang  kambratnya  yang  berjuluk  Dedemit  Tapak
Akhirat. Urusan gaijin itu dapat kita singkirkan! Karena kita 

akan berhadapan!!"
"Apa  maksudmu  dengan  desa  Owari?!"  bentak
Hiedha Ogawa lebih keras. Hatinya mulai dibuncah rasa pe-
nasaran dan cemas.
"O... kau masih penasaran  rupanya?" suara Nomuro
Shasuke penuh ejekan. "Baik, baik! Akan kukatakan hingga
kau  tak akan membawa penasaranmu  itu  ke alam kubur!
Sensei  Hatsuko  Kuichi    gurumu  itu    kini  telah  pergi
meninggalkan kita semua...."
"Apa maksudmu?!"
"Gila!  Apa  lagi  kalau  bukan  dia  sudah  mampus!
Dan... mati di tanganku!!"
Bergetar  sekujur  tubuh  Hiedha  Ogawa  mendengar
penjelasan itu. Wajahnya kini dihiasi oleh rona merah yang
padam. Matanya melebar berbahaya.
Kejap  kemudian  suaranya  yang  sarat  dengan
kemarahan dan  seolah  tersekat di  tenggorakan  terdengar
menggelegar,  "Manusia  jahanam!!  Kau  telah  membunuh
senseiku!"
Nomuro Shasuke mengangkat kedua bahunya. Sorot
matanya  kian menusuk  dan  pancarkan  sedikit  kepuasan
melihat  Hiedha  Ogawa  diguncang  kemarahan  sekaligus
kesedihan.
"Tidak  salah!  Kau  rupanya  mempunyai  otak  yang
bisa  diajak  berpikir!  Ya,  karena  dia  menolak  untuk
menjadikanku  sebagai  muridnya!  Dan  apakah  itu  tak
terpikirkan  olehmu...  kalau  aku  yang  telah  mampu
membunuh gurumu itu akan dengan mudah menghabisimu
pula?!"
Bergetar hebat seluiuh tubuh Hiedha Ogawa. Kali ini
tak  ada  keinginan  lain  di  hatinya  selain  melihat  lelaki
berwajah bengis di hadapannya mampus di tangannya.
Terkutuk!! Siapa pun orangnya, akan berpikir seribu
kali untuk menjadikan kau sebagai murid!"
"Barangkali!"  sahut  Nomuro  Shasuke  menyeringai.
"Itulah sebabnya dia harus mampus di tanganku!!"
"Manusia hina dina! Kukirim kau ke neraka!!" 

Habis  bentakannya,  tubuhnya  mencelat  ke  depan.
Samurai tajamnya diayunkan dari atas ke bawah!

*** 

7

Sambaran  angin  samurai  yang  digerakkan  Hiedha
Ogawa seperti keluarkan suara besetan. Nomuro Sha suke
cuma  kertakkan  rahangnya.  Tanpa  bergeser  dari
tempatnya, dia sudah cabut dan gerakkan samurainya pula
ke atas.
Traaanggg..!
Menyusul  dengan  memutar  setengah  lingkaran,
samurainya  menebas  ke  arah  perut.  Ganti  Hiedha  Ogaw
yang segera turunkan samurainya untuk menangkis.
Terjadi benturan kembali, yang kali ini memercikkan
bunga api yang sesaat menerangi tempat itu. Dari masing-
masing  orang  mundur  dua  tindak  ke  belakang.  Tangan
mereka terasa ngilu.
Hiedha Ogawa yang kini dirasuki amarah mengingat
lelaki di hadapannya  ini bukan hanya hendak membunuh
Kaisar  Tokugawa  lesyasumoto,  tetapi  telah  membunuh
sensei-nya, sudah menerjang kembaii dengan ganas.
Nomuro  Shasuke  segera  menyambutnya  dengan
serangan yang tak kalah ganasnya.
"Akan kuhabisi kalian satu persatu!!"
"Terkutuk!!" balas Hiedha Ogawa keras.
Sabetan  samurainya  bertambah  ganas.  Angin  yang
keluar  setiap  kali  samurainya  digerakkan  seperti
membeset-beset mengerikan. Bahkan setiap kali menderu
hawa panas yang tinggi.
"Jurus 'Menjerat Matahari'!" geram Nomuro Shasuke
keras.  "Kau  hanya membuang-buang  waktu  dengan  jurus
itu,  Hiedha-san!  Kau  lihat  sekarang!  Aku  telah  ciptakan
tandingan dari jurus itu! Jurus 'Membelah Awan Hitam'!!"
Habis  kata-katanya,  seraya  hindari  ganasnya
serangan Hiedha Ogawa, Nomuro Shasuke mundur dengan
cara melompat.  Begitu  kedua  kaki  nya menginjak  tanah,
samurainya  digerakkan  dengan  cara  berputar  ke  depan
yang akhirnya bertambah cepat. Angin yang keluar semakin
lama  semakin  dingin,  dan  kemudian  nampak  gumpalan-

gumpalan awan kecil berwarna hitam.
Hiedha  Ogawa  yang  sedang  mengatur  napas  tak
peduli  keadaan  itu.  Baginya,  dia  harus  membunuh
pembunuh  celaka  itu.  Dengan  teriakan  mengguntur,
kembaii  dia menerjang  ke  depan  dengan  jurus  'Menjerat
Matahari'  yang dipadu  dengan  kecepatan dan  kelincahan
yang dimilikinya.
Nomuro Shasuke sendiri sudah menerjang ke depan,
tetap dengan samurai yang berputar mengarah pada dada.
Hawa  dingin  yang  ditimbulkan  oleh  gerakan  samurainya
menindih  hawa  panas  yang  keluar  dari  samurai  Hiedha
Ogawa.
Dari kejadian pertama  itu saja sudah kentara kalau
serangan yang dilakukan oleh Nomuro Shasuke lebih tinggi
dari serangan Hiedha Ogawa. Akan  tetapi,  lelaki berkumis
tipis  ini  tak  mau  peduli.  Di  saat  awan-awan  hitam  yang
mendadak meletup  kecil  namun  cukup mengejutkan,  dia
justru  menerjang  ke  depan  dengan  ayunan  samurai  ke
arah lutut.
Nomuro Shasuke cukup hanya dengan sekali lompat
saja  berhasil  meluputkan  serangan  itu.  Masih  berada  di
udara  samurai  yang berputar  tadi mendadak menusuk ke
wajah Hiedha Ogawa.
Tersentak kaget lelaki berkumis tipis ini yang segera
miringkan  kepalanya.  Dia  berhasil  loloskan  serangan
lawan.  Namun  tendangan  telak  kaki  kanan  lawan
mendarat pada dadanya.
Des!!!
Sosoknya  terhuyung  ke  belakang. Nomuro Shasuke
tertawa pendek, seraya teruskan serangannya. Awan-awan
hitam  yang  keluar  dari  putaran  samurainya  yang  terus
meletup-letup,  dapat  mengganggu  konsentrasi  serangan
lawan. Bahkan mendadak saja awan-awan kecil itu bersatu
membentuk gumpalan yang cukup besar.
Tersedak  Hiedha  Ogawa  menyadari  pandangannya
terhalang  oleh  gumpalan  awan  hitam  itu.  Sebelum  lawan
menusukkan  samurainya,  dia  cepat  bergulingan  ke 

belakang.
Lagi  dia  berhasil  selamatkan  diri  dari  maut.  Akan
tetapi, mendadak saja Nomuro Shasuke yang tadi memutar
samurainya  di  depan  dada  dalam  kedudukan  lurus  ke
muka, kali ini seperti mengibaskannya.
Wuuutttt!!
Serangkum awan hitam yang keluarkan hawa dingin
menderu  dahsyat  ke  arah Hiedha Ogawa. Memekik  salah
seorang  utusan  Kaisar  Tokugawa  lesyasumoto  ini.  Cepat
dia  melompat  ke  samping  setelah  tangan  kirinya
ditepukkan ke tanah. Blaammmm!!
Tanah  di  mana  tadi  tubuhnya  berguling,  langsung
terbongkar  terkena hantaman gumpalan awan hitam  tadi.
Sesaat  suasana  di  tempat  itu  dihalangi  oleh  tanah  yang
membubung ke udara serta pecahnya awan hitam itu.
Tatkala  semuanya  sirap,  terlihat  sosok  Hiedha
Ogawa sedang berlutut dengan kaki kanan dan bertelekan
pada  samurai  yang  ujungnya menikam  tanah. Wajah  nya
nampak  pucat  dengan  napas  memburu.  Berjarak  lima
langkah,  Nomuro  Shasuke  tegak  berdiri  tanpa  kurang
suatu apa.
"Apakah  kini  kau  sudah  menyadari  siapa  aku
sebenarnya, hah?!" serunya diiringi tawa. "Hiedha-san! Kau
memang seorang samurai sejati! Tetapi sekarang, apakah
arti  kesamuraian  yang  kau  sandang?  Kau  justru  akan
berkalang tanah hari ini! Hmmm... aku masih memiliki hati
yang sabar! Lebih baik kau segera berseppuku ketimbang
mampus  dengan  tubuh  tercabik-cabik  oleh  ujung
samuraiku!!"
"TerkutukH"  maki  Hiedha  Ogawa  sengit.  Dadanya
terasa cukup sesak akibat  tendangan lawan  tadi.  "Aku  tak
akan mundur sejengkal pun sebelum berkalang tanah!!"
"Ya!  Sejengkal!  Dan  kau  akan  mampus  dalam
sekejap!!"  sahut Nomuro Shasuke  sambil  terbahak-bahak.
Lalu melanjutkan penuh ejekan, "Seorang samurai sejati....
Ya!  Aku  tahu  kau  sangat  membanggakan  kedudukanmu
sebagai  seorang  samurai  Hiedha-san...  aku  masih 

mengampunimu bila kau mau bergabung denganku untuk
membunuh Kaisar keparatmu itu!"
"Tutup  mulut  lancangmu!!  Seumur  hidup  aku  tak
pernah  punya  pikiran  kotor  sepertimu!  Lebih  baik,  kau
menyerah untuk kubawa ke hadapan Kaisar!!"
"O  ya?  Apakah  dalam  keadaan  seperti  itu  kau
mampu  melakukannya?  Sekali  lagi  kuingatkan,  Hatsuko
Kuichi mampus di tanganku! Apakah kau... hhh!! Mengapa
harus berlama-lama lagi? Kukirim kau ke neraka sekarang
juga!!"
Tangan kanannya yang mcmegang samurai, kembaii
digerakkan  dengan  cara mcmutar  lurus  ke  depan.  Hawa
dingin berkebyar lagi di tempat itu.
Hiedha Ogawa menahan napas melihatnya.
"Tak  kusangka  kalau  dia  telah  maju  pesat  dalam
ilmu bela diri! Huh! Sudah tentu dia membekali diri dengan
kemampuan  yang  lebih  tinggi  untuk  mengadakan
pemberontakan!  Jahanam!  Dia  telah  membunuh  sensei
Hatsuko Kuichi! Apa pun yang terjadi, aku tak akan mundur
sejengkal pun juga!!"
Segera  dialirkan  tenaga  daiam  pada  tangan
kanannya  yang  masih  memegang  samurai.  Bersamaan
dengan tubuh Nomuro Shasuke yang meluncur ke arahnya,
Hiedha Ogawa segera memutar samurainya pula.
"Hiedha-san! Terimalah kematianmu!!"
Namun  sebelum  benturan  terjadi,  yang  dapat
dipastikan  akan memutus  nyawa  Hiedha  Ogawa  saat  itu
juga,  mendadak  terdengar  suara  keras,  "Nomuro-san!
Mengapa  kau  tak  mengajakku  untuk  menikmati
kesenangan ini, hah?!"
Nomuro  Shasuke  langsung  hentikan  gerakannya.
Dan bukan hanya dia  yang  tolehkan  kepalanya  ke  kanan,
Hiedha  Ogawa  yang  kini  sudah  berdiri  pun  paling-kan
kepalanya.  Dilihatnya  seorang  perempuan  jelita
mengenakan  pakaian  merah  menyala  melangkah  genit
sambil  goyangkan  pinggulnya  ke  arah  Nomuro  Shasuke.
Bibirnya yang memerah mengembangkan senyum. Tangan 

kanannya  melambai-lambai  hingga  payudaranya  yang
besar bergerak. Di kening perempuan  itu  terdapat sebuah
permata yang pancarkan warna biru!

***

Melihat  siapa  yang  datang,  lelaki  berahang  persegi
itu terbahak-bahak lebar.
"Dewi  Permata  Biru...  rupanya  kau  menyusulku,
hah?!"
Perempuan yang baru muncul dan  tak lain memang
Dewi  Permata  Biru  adanya  terkikik  genit.  Langsung
merangkul Nomuro Shasuke dan mengecupnya.
"Kau membuatku cemas, Nomuro-san...."
Nomuro  Shasuke  cuma  perlihatkan  seringaian.  Dia
ajukan  tanya  begitu melihat  ada  bekas  darah  di  bibir  kiri
Dewi Permata Biru, "Apa yang terjadi?"
Dewi  Permata  Biru  yang  baru  saja  dikalahkan  oleh
ninja bernama Akiko Arashi cuma tersenyum.
"Hanya masalah kecil dan aku bisa mengatasinya."
"Bagus!"
"Sekarang... apakah  kau  tidak bermaksud membagi
kesenangan  denganku  untuk  membunuh  manusia  satu
ini?" kata Dewi Permata Biru manja.
Sementara  Nomuro  Shasuke  terbahak-bahak,
tempatnya  Hiedha  Ogawa  membatin  resah,  "Celaka
Rupanya  perempuan  inilah  yang  berjuluk  Dewi  Perma  ta
Biru,  perempuan  yang  menjadi  kambrat  sekaligus
pelindung  manusia  celaka  ini!  Hhh!  Keadaan  sungguh
berbahaya sekarang!!"
Saat  itu  Nomuro  Shasuke  sedang menjawab,  "Kau
tak  perlu merepotkan  dirimu, Dewi. Menghadapi manusia
satu ini semudah membalikkan telapak tanganku."
"Kau benar! Temannya yang bernama Mishima Nobu
pun telah kubuat pontang-panting! Hanya sayang. ,' kali ini
Dewi  Permata  Biru  berbisik,  "Seorang  ninja  telah
menggagalkan rencanaku membunuhnya...." 

Kendati  agak  terkejut  mendengar  ucapan  percm
puan  di  sebelah  kanannya,  Nomuro  Shasuke  terbahak
bahak.  Sekarang  dia  memainkan  peranan  yang  sangat
penting. Lalu berkata,  "Jadi kau telah membunuh Mishima
Nobu. Aha! Terima kasih, terima kasih! Jadi urusanku tidak
terlalu sulit sekarang!! Tetapi ya memang tidak; terlalu sulit
kendati  ketiga  orang  utusan  Kaisar  keparat  itu  bersatu
untuk menghadapiku!"
Dewi Permata Biru yang berotak licik paham maksud
Nomuro Shasuke berkata demikian. Dengan kata  lain, dia
bermaksud mengobrak-abrik perasaan Hiedha Ogawa.
Makanya dia berkata,  "Sangat kupahami sekali soal
ilu.  Tetapi, bukankah  aku  cukup membantumu dalam hal
ini?  Nomuro-san...  kupikir  memang  tak  terlampau  sulh
menghadapi manusia seperti Mishima! Terlebih  lagi,  lelaki
di hadapanmu itu!!"
"Dan kau bisa melihatnya sendiri bukan, kalau lelaki
itu sudah tak berdaya?!"
"Ya!  Kirim  dia  ke  neraka  agar  bersatu  dengan
temannya  yang  bernama  Mishima  Nobu!  Setelah  itu...
tinggal mencari  yang bernama Ayothomori! Dan kupikir  ilu
bukanlah soa! yang terlalu sulit!"
Di  seberang,  Hiedha  Ogawa  yang  perlahan-lahan
mulai  termakan  oleh  ucapan-ucapan  keduanya,  bukan
merasa jeri kendati dia sempat tegang tadi.
"Mishima  Nobu  telah  tewas  di  tangan  perempuan
celaka  itu.  Jahanam!  Seperti  apa  pun  kekuatan  mereka
berdua, aku tak peduli lagi!!"
Berpikir demikian, lelaki berkumis tipis ini keluarkan
bentakan keras, "Mengapa kalian hanya berdiam sekarang,
hah?! Apakah sesungguhnya kalian sudah  tak punya nyali
lagi?!"
Kedua  orang  itu  sama-sama  arahkan  pandangan
pada Hiedha Ogawa. Lalu sambil berpandangan keduanya
terlawa.
"Nomuro-san...  apakah  kau  masih  mau  berlama-
lama untuk membunuhnya?!" 

"Tadi  aku  memang  ingin  mempermainkannya  dulu
Ingin  kupotong  setiap  anggota  tubuhnya  satu  persatu.
Tetapi sekarang... setelah kedatanganmu, sudah tentu aku
tak mau membuang waktu lagi...."
Lalu dengan  gemasnya,  tangan  kiri Nomuro  Shasu,
ke meremas  payudara  Dewi  Permata  Biru  yang  langsung
jatuhkan kepalanya di bahu lelaki bengis itu.
Di tempatnya, Hiedha Ogawa menggeram jengkel.
"Terkutuk!!"  makinya  seraya  mencelat  ke  depan
Dengan masih pergunakan jurus 'Menjerat Matahari', lelaki
berkumis  tipis  ini  mengayunkan  samurainya  ke  arah
Nomuro Shasuke.
Angin  tebasan  dari  samurai  yang  dilakukan  olehj
Hiedha Ogawa  keluarkan  suara  angin  yang  keras,  disusul
dengan hawa panas yang menyentak.
Memang itulah yang ditunggu oleh Nomuro Shasuke.
Kemarahan  yang  telah  merajai  diri  Hiedha  Ogawa  dapat
menjatuhkannya  sendiri.  Sementara  Dewi  Permata  Biru
melompat  ke  kanan, Nomuro  Shasuke  geser  kakinya dua
tindak  ke  samping kiri. Bersamaan dengan  itu, diayunkan
samurainya dari atas ke bawah.
Terkesiap  Hiedha  Ogawa  menyadari  kalau  lawani
lakukan  satu  gerak  tipu  yang  hebat.  Karena  ayunan
samurai Nomuro Shasuke jelas hanya coba pancing dirinya
belaka.  Bila Hiedha menangkisnya, maka  ayunan  pedang
itu akan mengarah pada kepalanya.
Makanya  Hiedha  langsung  melompat  ke  belakang,
disusul dengan  tebasan  ke  arah kaki. Ganti Nomuro  yang
terkesiap.
"Keparat!!"  makinya  geram  seraya  menurunkan
samurainya.
Traaangg!!
Benturan  dua  samurai  itu  menimbulkan  percikan
api.  Hiedha Ogawa  yang mendengar  berita mengenaskan
tentang  Mishima  Nobu,  tak  mau  hentikan  serangannya.
Dengan kalap dia terus mencecar Nomuro Shasuke.
Kekalapan  Hiedha  Ogawa  memancing  tawa  dan 

ejekan  lelaki  berahang  persegi  itu.  Dia  justru  hanya
menghindar saja.
"Mengapa  kau  jadi  ganas  seperti  ini?  Tadi  sudah
kukatakan,  lebih baik berseppuku ketimbang kuacak-acak
seluruh anggota tubuhmu!!"
"Tutup  mulutmu!!"  geram  Hiedha  keras.  Terus  dia
mencecar  ganas  ke  arah Nomuro Shasuke. Dan  semakin
lama  serangannya  semakin  kacau balau. Dia  sudah  tidak
lagi  mengikuti  jurus-jurus  yang  dipelajarinya  kecuali
mengayunkan samurainya.
Puas memainkan Hiedha Ogawa, mendadak Nomuro
Shasuke membuang tubuh ke samping kanan. Bersamaan
dengan  samurai  Hiedha  mengejarnya,  tangan  kanannya
yang memegang  samurai diputar.  Seketika  nampak  awan
hitam yang meletup-letup.
Terkejut  Hiedha  Ogawa  menyadari  kalau  lawan
kembaii  pada  pormasi  serangannya.  Dia  cepat melompat
ke belakang. Namun Nomuro Shasuke yang tak mau main-
main  lagi, memburu dengan  samurai menusuk  ke  depan.
Trang!
Hiedha berhasil menangkis  tusukan  samurai  lawan.
Namun  kaki  kanan  lawan  tak  bisa  dihindari  lagi.
Menghantam  telak  pipi  kanannya  hingga  tubuhnya
langsung terbanting keras di atas tanah. Menyusul Nomuro
Shasuke  sudah melompat dengan ujung  samurai  ke  arah
leher Hiedha Ogawa yang memekik tertahan.
Namun  sebelum  ujung  samurai  itu  mengirim
nyawanya  ke  akhirat,  mendadak  saja  sesuatu  menabrak
samurai  Nomuro.  Tabrakan  itu  sangat  keras.  Karena
tusukan  samurai  Nomuro  Shasuke  bukan  hanya
melenceng  dari  sasarannya,  tetapi  juga  terayun  ke
samping.  Bila  saja  dia  tidak  cepat  menahannya,  tak
mustahil samurai itu akan terlepas dari tangannya.
"Setan  laknat!!"  makinya  gusar.  Dan  kegusarannya
itu makin menjadi-jadi tatkala melihat benda apa yang tadi
menabrak samurainya.
Sebuah tulang ayam!! 

Belum  lagi mengetahui siapa orang  yang halangi ni-
atnya, mendadak  terdengar  suara  bernada  jengkel,  "Kutu
busuk!  Kura-kura  bau!  Kenapa  sih  kalian  tidak  bisa
berhenti bertarung? Paling tidak, istirahat dulu deh! Jadinya
aku  kan  tidak  tergesa-gesa  menghabiskan  ayam  bakar
ini!!"

*** 

8

Kita  tinggalkan  dulu  apa  yang  akan  terjadi  pada
Hiedha Ogawa. Sekarang kita ikuti langkah Dedemit Tapak
Akhirat. Setelah siuman dari pingsannya, lelaki bertampang
tengkorak ini duduk berlutut. Untuk beberapa saat dia  tak
keluarkan  suara,  hanya  berusaha  untuk  mengatur
napasnya saja.
Setelah  dirasakan  keadaannya  mulai  membaik,
lelaki  kejam  guru dari Dua  Iblis  Lorong Maut  ini mengge-
ram dingin. Kedua  tangan kurusnya dikepalkan kuat-kuat.
Menyusul  makiannya  yang  keras,  "Jahanam  terkutuk!!
Siapa  orang  yang  telah  menolong  Pendekar  Slebor?!
Keparat sial! Jahanam sial!! Padahal nyawa pemuda celaka
itu  sudah berada di  tanganku!! Peduli  setan  kuburan! Dia
harus mampus di tanganku! Harus mam¬pus!!"
Lalu  dengan  paras  yang  makin  memerah  tanda
geram  sementara  kedua matanya  yang bercahaya  kelabu
makin  pancarkan  kepekatannya,  lelaki  tua  berpakaian
hitam  terbuka di bagian dada hingga perlihatkan  tonjolan
tulang belulangnya, bangkit perlahan-lahan. Sosoknya agak
membungkuk. Rambutnya panjang tidak beraturan.
Sesaat lelaki kejam ini perhatikan sekelilingnya yang
telah  disaput  kegelapan  malam.  Dia  tak  segera 
meninggalkan  tempat  itu,  karena masih coba memikirkan
siapa yang telah menolong Pendekar Slebor.
"Serangan  yang dilakukan  orang  sialan  itu  sungguh
hebat. Dia bukan hanya mampu menahan setiap serangan
yang hendak ku lakukan, tetapi juga melemparkan tubuhku
dengan  kekuatan  yang  luar  biasa.  Jahanam  terkutuk!
Apakah orang itu...."
Mendadak  saja  Dedemit  Tapak  Akhirat  memutus
kata-katanya  sendiri.  Cahaya  kelabu  yang  keluar  dari
sepasang  matanya  yang  menjorok  ke  dalam,  semakin
tampakkan kepekatannya.
Lamat-lamat  terdengar  ucapannya  laksana  desisan
ular  belaka,  "Jahanam  sial!!  Jangan-jangan...  orang  itu 

adalah Saptacakra? Manusia  keparat  yang  telah menolak
cinta  kasih  kakak  seperguruanku  hingga  dia  harus mati!
Bahkan  setelah  mati  pun  dia  muncul  kembaii  dalam
bentuk kutukan! Kutukan yang dilakukannya sendiri! Setan
alas!! Bila saja kusadari orang itu adalah Saptacakra, akan
kuterjang dia habis-habisan!!"
Kembali  lelaki  ini  hentikan  ucapannya.  Dadanya
yang  kurus  dan  dipenuhi  tonjolan  tulang  nampak  turun
naik  dengan  napas  yang  agak memburu.  Kepalan  kedua
tangannya semakin kuat.
Mendadak saja dia tepukkan kedua tangannya yang
seketika terdengar suara laksana salakan petir mengamuk.
Menyusul satu gelombang angin menderu disertai percikan
sinar  merah,  mengarah  pada  dua  buah  pohon  di
hadapannya.
Wusss!! Blaaammm!!
Secara  bersamaan  gelombang  angin  tadi
menghantam dua buah pohon  sekaligus. Menyusul  sama-
sama  tumbang  dengan  timbulkan  suara  bergemuruh.
Ranggasan  semak dan  tanah  yang  tertindih  kedua  pohon
itu, langsung rengkah dan membuyar ke udara.
Saat  itulah,  sosok  lelaki berpakaian hitam-hitam  ini
sudah berkelebat meninggalkan  tempat  itu. Dirinya makin
dirasuk  dengan  scgala  dendam  membara.  Keadaan  ini
ingin segera diatasinya dengan cara membunuh Pendekar
Slebor.
Cukup lama Dedemit Tapak Akhirat berkelebat tanpa
sekali  pun  berhenti.  Di  sebuah  persimpangan  yang
dipenuhi  rerumputan,  lelaki  ini  baru  hentikan
kelebatannya. Itu pun disebabkan karena pendengarannya
yang tajam menangkap suara gerakan dari sebelah kanan.
"Menilik gerakan ini, nampaknya ada dua orang. Dan
rupanya  keduanya  berlari  sambil  bercakap-cakap.  Dari
suara-suara yang kutangkap, mereka terdiri dari satu orang
lelaki dan satu orang perempuan. Hmmm... siapa mereka?"
Memutuskan  untuk  menunggu,  Dedemit  Tapak
Akhirat berdiri tegak di tempatnya dengan kedudukan lurus 

ke  samping  kanan.  Sepasang  matanya  kian  pancarkan
cahaya  kelabu  pekat  yang  semakin  membuat  sosoknya
begitu mengerikan.
Suara  gerakan orang dan  suara bercakap-cakap  itu
semakin keras terdengar.
"Widarti!  Bagaimana  dengan  luka  di  kakimu?!"
terdengar suara itu.
"Sudah lumayan! Tidak terlalu sakit lagi saat kubawa
berlari!  Dan  tak  kusangka  kau  pandai  membuat  ramu-
ramuan  dari  berbagai  dedaunan  hingga  lukaku  cepat
mengering dan sembuh!"
"Ah! Itu juga disebabkan karena kau dapat menahan
aliran darahmu dengan tenaga dalam yang kau miliki!!"
"Scjak  pertama  berjumpa...  kau  selalu  merendah!
Kau  telah kuajak mencari Pendekar Slebor, maka apapun
yang akan terjadi, kita harus sama-sama menghadapinya!!"
Suara-suara  yang  semakin  lama  makin  keras
didengar  Dedemit  Tapak  Akhirat  itu,  makin  mcndekat.
Sementara  lelaki  berparas  tengkorak  ini  diam-diam
kerutkan keningnya.
"Pendekar  Slebor?  Kedua  orang  itu  juga  mencari
Pendekar  Slebor?  Hmmm...  apakah  mereka  mencari
karena ingin membunuhnya juga, ataukah...."
Kata  batin Dedemit  Tapak  Akhirat  terputus,  karena
dua  sosok  tubuh  telah  berdiri  di  hadapannya.  Sesaat
terjadi  saling pandang  tanpa ada  yang buka mulut. Kejap
kemudian terlihat kedua orang yang baru muncul itu saling
pandang satu sama lain.
Keheningan  itu  dipecahkan  oleh  Dedemit  Tapak
Akhirat  dengan  tawanya  yang  keras.  Menyusul  kata
katanya, "Aku tak ingin banyak tanya lagi! Katakan padaku,
di mana Pendekar Slebor berada?!!"
Kembaii  kedua  orang  itu  saling  pandang.  Nampak
wajah  tampan  dari  pemuda  berpakaian  putih-putih  yang
berkulit  agak  hitam,  agak  menyipit.  Saat  diarahkan
pandangannya  lagi  ke  depan,  hanya  sekali  lihat  saja
pemuda  yang  tak  lain  Indrajit adanya  ini  tahu  kalau  lelaki 

tua di hadapannya bukan orang baik-baik.
Sementara  itu  gadis  yang  berdiri  di  sebelah  kanan,
yang  di  rambutnya  terdapat  untaian  bunga  melati
membatin,  "Orang  ini mencari Pendekar Slebor. Dari nada
pertanyaannya yang begitu kasar dan menyentak, jelas dia
punya  urusan  tinggi  dengan  Pendekar  Slebor. Ah,  sampai
saat  ini  aku  belum  juga  berjumpa  dengan  pemuda  dari
Lembah  Kutukan  itu.  Tetapi  sekarang...  rasa-rasanya  tak
mudah  untuk  berlalu  dari  hadapan  lelaki  bertampang
mengerikan ini...."
Karena  tak  ada  yang  segera  buka  mulut,  Dedemit
Tapak  Akhirat  kembaii  keluarkan  bentakan,  "Jawab
pertanyaanku!!  Jangan  sampai  kalian  menyesali  akibat-
nya!!"
Indrajit yang memang agak panasan segera berucap,
"Orang  tua!!  Sungguh  mengherankan  dalam  usia  yang
sudah  senja  itu  kau  tak  memiliki  sopan  santun!  Apakah
pertanyaan  yang  kau  ajukan  dengan  cara  kurang  ajar
seperti itu, dapat membuat kami segera menjawab?!"
Seketika mengkelap  wajah  Dedemit  Tapak  Akhirat.
Tetapi sebelum dia membuka mulut, Indrajit sudah berkata
lagi,  "Pertanyaan  yang  kau  lontarkan  kurang  tepat  bila
ditujukan  kepada  kami! Karena  kami  tak mengenai  orang
yang kau cari!!"
"Hhh!!  Hendak  bermain  api  rupanya  denganku!!
Kalian  boleh  mengingat  siapa  aku!!  Dedemit  Tapak
Akhirat!!"
Sementara  Indrajit  hanya  arahkan  pandangannya
tanpa  kedip  seolah  julukan  yang  barusan  didengarnya
sama sekali tak membawa arti apa-apa, Widarti diam-di-am
membatin,  "Dedemit  Tapak Akhirat...  sebuah  julukan  yang
sangat  mengerikan  sekali.  Nampaknya  bila  tidak  segera
dijawab, urusan akan kapiran!!"
Berpikir  demikian,  dengan  menindih  kemangkelan
nya murid mendiang  Pendekar  Bayangan  ini  segera buka
mulut,  "Orang  tua...  apa  yang  dikalakan  temanku  ini
memang  benar!  Kami  sama  sekali  tak  bisa  menjawab 

pertanyaan yang kau ajukan?!"
Dedemit  Tapak Akhirat hanya  kertakkan  rahangnya.
Lalu terdengar suaranya, "Berarti... kalian harus mampus!!"
Sebelum  Widarti  buka  mulut,  Indrajit  sudah
membentak, "Jangan bicara sembarangan!!"
"Anak  muda...  kalian  berdusta  di  hadapanku!
Kudengar  tadi  kalian  hendak  mencari  Pendekar  Slebor!
Apakah  sekarang  kalian hendak  tutupi bahwa  kalian  tahu
di mana Pendekar Slebor?!"
"Orang tua dungu! Kau bilang sendiri tadi kalau kami
sedang  mencarinya!  Apakah  kalau  kami  sedang  mencari
maka kami tahu di mana orang yang kami cari seperti yang
kau duga?! Sungguh otak bebal yang kau perlihatkan!!"
Mendengar  ucapan  itu,  Dedemit  Tapak  Akhirat
meradang  gusar.  Sementara  Widarti  mengcluh,  "Bila
Indrajit  terus  menerus  bersikap  seperti  itu,  urusan  jadi
berabe! Apalagi...."
Kata hati gadis manis  ini  terputus  tatkala  terdengar
bentakan  Dedemit  Tapak  Akhirat,  "Kuhentikan  napas
kalian hari ini!!"
Habis bentakan nya, mendadak saja lelaki kejam ini
mendorong  kedua  tangannya  ke  depan.  Dua  gelombang
angin dahsyat serta-merta menderu.
Widarti  berseru  keras  sambil  mendorong  tubuh
Indrajit, "Menghindar!!"
Bersamaan  tubuh masing-masing orang bergulingan
ke  samping  kanan  dan  kiri,  dua  gelombang  angin  itu
menghantam  tanah  yang  tadi  mereka  pijak.  Seketika
terdengar  letupan  yang  keras  disusul  dengan  terbongkar-
nya tanah ke udara.
Dedemit  Tapak  Akhirat  hanya  perdengarkan
tawanya,  sementara  Widarti  yang  telah  kembaii  tegak
berdiri  segera  melotot  pada  Indrajit.  Indrajit  sendiri
kelihatan  hendak  balas  melotot,  tetapi  buru-buru
diarahkan pandangannya pada Dedemit Tapak Akhirat.
Disadarinya  kecerobohan  yang  telah  dilakukan
hingga memancing  amarah  lelaki  berparas  tengkorak  itu. 

Tetapi  apa  mau  dikata,  karena  Dedemit  Tapak  Akhirat
sudah lakukan serangan kembaii.
Lagi-lagi  keduanya  segera  berjumpalitan  dan
bergulingan  guna  hindari  serangan  yang  terus  menerus
menderu  ganas.  Terbahak-bahak  Dedemit  Tapak  Akhirat
yang  terus  lakukan  serangannya  tanpa  bergeser  dari
tempatnya berpijak.
Lelaki  kejam  ini  seolah  mendapatkan  satu
kesenangan  lain  setelah  keinginannya  membunuh
Pendekar  Slebor  digagalkan  seseorang.  Masih  terus
terbahak-bahak dia lancarkan serangannya.
Widarti  sendiri memang masih  dapat  hindari  setiap
serangan  itu.  Namun  disadarinya  betu!  apa  yang  akan
terjadi  dengan  Indrajit.  Nampak  sekali  pemuda  gagah
berkulit  agak  hitam  itu  mulai  kepayahan  untuk  hindari
setiap  serangan.  Berulang  kali  dia  memckik  tertahan
Bahkan  satu  kelika, wajah nya  tertampar  oleh muncratan
tanah. Kendati masih  sempat  tutup matanya hingga  tidak
kemasukan tanah, namun akibat dorongan keras tanah itu
tubuhnya terpental ke belakang.
"Indrajit!!"  seru  Widarti  keras  sambil  berusaha
mendekati pemuda nelayan itu. Namun yang dilakukannya
jelas tidak mudah. Karena masih terbahak-bahak, Dedemit
Tapak Akhirat arahkan serangannya pada Widarti.
Kendati bersusah payah untuk hindari serangan  itu,
namun  Widarti  Cukup  bisa  bernapas  lega.  Karena  kini
serangan tak lagi mengarah pada Indrajit.
Lalu  dengan  gerak  yang  cepat  dipergunakan  jurus
menghindar  'Menutup  Bayang-Bayang'.  Saat  itu  pula
kelebatan tubuhnya seolah berubah jadi bayangan belaka.
Sesaat  Dedemit  Tapak  Akhirat  nampak  kerutkan
keningnya sambil lancarkan serangan. Dan mendadak saja
dia  berseru,  "Setan  alas!  Anak  gadis!  Ada  hubungan  apa
kau dengan Pendekar Bayangan, hah?!!"
Widarti  yang  masih  menghindar  dan  sedang  cari
kesempatan  untuk  balas  menyerang  berseru,  "Mengapa
kau tanyakan hal itu, hah?!" 

"Keparat!! Jawab!!"
"Aku  adalah  muridnya!  Nah!  Cepat  kau  berlutut
untuk memohon ampun!!"
Dari  kegusarannya  tadi,  Dedemit  Tapak  Akhirat
terbahak-bahak kembaii.
"Rupanya  Dewi  Permata  Biru  salah  besar!  Dia
memang  telah  membunuh  Pendekar  Bayangan,  tetapi
muridnya bisa menjadi duri! Bagus! Kali ini aku yang akan
membereskan  orang  yang  ada  hubungannya  dengan
Pendekar Bayangan!!"
Sementara  itu  mendengar  julukan  Dewi  Permata
Biru  disebutkan,  Widarti  hentikan  gerakannya  karena
serangan Dedemit Tapak Akhirat sendiri terhenti.
Dengan keras dia bersuara lantang, "Dedemit Tapak
Akhirat!  Katakan  padaku,  di  mana  Dewi  Permata  Biru
berada?!!"
"Luar biasa!  Rupanya  kau muncul memang  hendak
membalas kematian gurumu pada Dewi Permata Biru!! Tak
perlu  bersusah  payah,  karena  aku  akan  mengirimmu  ke
neraka!!"
Widarti  mendengus  gusar.  Dan  dipergunakan
kesempatan  itu untuk  lancarkan  serangan  yang disambut
Dedemit Tapak Akhirat dengan tawanya.
Untuk  sesaat  Widarti  memang  berhasil  hindari
se¬rangan  lawan. Namun  lama  kelamaan,  tenaganya pun
mulai  terkuras.  Wajahnya  kini  sudah  dipenuhi  keringat.
Berulang kali dia keluarkan seruan terkejut.
Kedudukannya  semakin  kacau  balau  tatkala
Dedemit  Tapak  Akhirat  lancarkan  serangannya  sambil
melesat ke depan. Dua jotosan segera dilepaskan.
Memekik keras Widarti berusaha hindari dua jotosan
lawan  setelah  berhasil  hindari  gelombang  angin  yan
mengarah padanya. Tetapi satu tendangan yang dilakukan
Dedemit  Tapak Akhirat menghantam  telak  kakinya hingga
saat itu pun dia terhempas ke bumi.
Makin  merasa  mendapatkan  kesenangan,  Dedemi
Tapak Akhirat terus terbahak-bahak 

Sementara itu diam-diam Indrajit meloloskan parang
besarnya.  Lalu  dengan  sekuat  tenaga  dilemparkannya.
Namun  masih  tertawa,  Dedemit  Tapak  Akhirat  hanya
dorong tangan kirinya tanpa tolehkan kepala.
Praaakkk!!
Parang besar itu langsung patah menjadi tiga bagian
begitu  terkena  sambaran  angin  yang  dilepaskannya.  Dua
bagian  jatuh  ke  tanah  sementara  yang  sebuah  lagi
meluncur deras ke arah Indrajit.
VVuuttt!!
"Okkhhh!!"
Cepat  Indrajit melompat ke samping kanan. Namun
bahu  kirinya  pun  harus  tersambar  potongan  parangnya
sendiri.
"Akkkhhh!!"
Seketika darah merembas keluar yang buru-buru di-
tekapnya dengan agak sempoyongan.
Nampaknya  Dedemit  Tapak  Akhirat  sengaja
membiarkan  Indrajit menderita  seperti  itu. Karena dia  tak
teruskan  serangannya.  Justru  dia  berkata  pada  Widarti,
"Sungguh  menyenangkan  mempunyai  teman-teman
bermain  seperti  kalian!  Tetapi  sayang,  aku  sudah  bosan
untuk  bermain-main  lebih  lama!  Dewi  Permata  Biru
memang perempuan bodoh! Dia  tidak  tahu kalau ada duri
yang bisa menusuknya!!"
Widarti  yang  masih  megap-megap  berseru  gusar,
"Orang  tua celaka!! Apa pun  yang  terjadi hari  ini aku  tidak
peduli!  Tetapi  satu  hal  yang  terpenting,  kita  tak  punya
silang sengketa sebelumnya!!"
"Benar sekali! Makanya itu kuciptakan!!"
"Orang  tua  celaka!!"  ben  tak  Widarti  keras  dan
ser¬ta-merta  mencelat  ke  depan  dengan  kedua  tangan
dido-rong. Angin deras mendahului lesatan tubuhnya.
Tetapi  dengan  mudah  serangan  yang  dilanearkan
gadis  jelita  ini  diputuskan  oleh  Dedemit  Tapak  Akhirat.
Hanya  dengan  geser  kaki  kanannya  sedikit,  lalu
menggerakkan kedua tangannya, tangan kanan kiri Widarti 

berhasil ditangkapnya.
Dengan gerakan cepat dipuntirnya. Widarti  yang  tak
ingin  kedua  tangannya  patah,  mau  tak  mau  harus
mengikuti gerakan puntiran  itu  sendiri. Di  saat  itulah kaki
kanan Dedemit  Tapak  Akhirat menyepak  kedua  kaki  nya,
hingga dia terbanting ke tanah dengan kedua tangan yang
masih dipegang erat.
"Sangat menyenangkan permainan ini!!"
"Manusia  terkutuk!!  Lepaskan  dia!!  Bila  kau  punya
nyali  hadapi  aku!!"  membentakIndrajit  sambil  menekap
bahu  kirinya.  Tangan  kanannya  yang  menekap  itu  telah
dibanjiri  warna  merah.  Sesekali  nampak  dia  meringis
kesakitan.
Dedemit  Tapak  Akhirat  hanya  terbahak-bahak.  Dan
secara tiba-tiba digerakkan tangan kanannya. Wusss!!
Indrajit  yang  memang  bersiaga  berhasil  hindari
gelombang  angin  dahsyat  itu.  Namun  tatkala  gelombang
angin yang ketiga menyusul kembaii, kali ini dia hanya bisa
terpaku di atas tanah tanpa dapat berbuat apa-apa.
Widarti  yang  kedua  tangannya masih dipegang  erat
oleh  Dedemit  Tapak  Akhirat  berseru,  "Indrajiiiittt!
Menghindar! Menghindar, Indrajiiltt!!"
Tetapi  Indrajit  nampak masih  terpaku  di  tempatnyl
dengan sepasang mata terbeliak lebar.
Bias-bias matahari pun mulai nampak di ufuk timur.

*** 

9

Kembali  ke  hutan  kecil  yang  dipenuhi  jajaran
pepohonan,  masing-masing  orang  segera  tolehkan
kepalanya. Mereka melihat  satu  sosok  tubuh  berpakaian
hijau  pupus  dengan  sehelai  kain bercorak  catur melilit di
leher, sudah berdiri berjarak sepuluh langkah.
Hiedha  Ogawa  yang  tadi  sempat  deg-degan,
keluarkan suara gembira, "Andika-san!!"
Orang  yang  tadi halangi  serangan Nomuro Shasuke
dan  bersuara  jengkel,  cuma  mengangkat  sepasang  alis
hitamnya  yang  seperti  kepakan  sayap  elang.  Mulutnya
nampak  sibuk  menghabiskan  ayam  bakar  yang
dipegangnya.  Bahkan  dengan  enaknya,  pemuda  dari
Lembah Kutukan ini terus menggarot ayam bakarnya.
Terdengar  suara  keras  Nomuro  Shasuke,  "Hhhh!
Pendekar Slebor!! Bagus kau muncul di sini!! Biar urusanku
langsung selesai!!"
Bukannya  sahuti  ucapan  orang,  Andika  cuma
mengangkat  kepalanya  sementara  mulutnya  menguyah.
Setelah menelan potongan daging ayam yang dimakannya,
baru dia berkata,  "Urusan  langsung selesai?! Huh! Urusan
apa? Bilang saja kau mau minta ayam bakarku  ini!! Oho...
tidak!  Nanti  dulu!  Kalau  kau  mau  cium  pantatku  baru
kukasih!!"
Lalu  tanpa  hiraukan  wajah  Nomuro  Shasuke  yang
memerah,  dengan  enaknya  dia  kembaii menggarot  ayam
bakar itu.
Dewi Permata Biru merandek dingin seraya maju dua
langkah  ke  muka.  "Nomuro-san....  Bunuh  Hiedha  Ogawa
sekarang juga! Biar pemuda slebor ini kuhadapi!!"
Andika  langsung  arahkan  pandangan  pada  Dewi
Permata  Biru.  Seperti  baru  menyadari  ada  orang  lain  di
sana  dia  berkata,  "Lho,  Iho?  Orang  rupanya?  Kupikir
makhluk  halus!!  Apakah...  eh!  Kulihat  kau  terluka  dalam,
Dewi!  Kenapa?  Kejedot  pintu  dadamu?! Makanya,  punya
dada itu jangan terlalu besar!!" 

Terdengar suara rahang dikertakkan.
"Kendati  aku  terluka  dalam...  aku  masih  bisa
membunuhmu, Pendekar Slebor!!"
Sambil menggigit ayam bakarnya Andika menyahut,
"Bagaimana  dengan  ninja  yang mengalahkanmu?  Kupikir
kau  seorang  perempuan  yang  hebat!  Tidak  tahunya  bisa
dikalahkan  oleh  ninja  itu!  Nah,  bagaimana  kau  bisa
mengalahkan aku?"
Sesaat Dewi Permata Biru  terkejut  juga mendengar
kata-kata  Andika.  Diam-diam  dia  berkata  dalam  hati,
"Memang hebat dia  tahu kalau aku sedang  terluka dalam.
Tetapi bagaimana dia bisa tahu kalau aku dikalahkan oleh
seorang ninja?!"
Selagi Dewi Permata Biru membatin, Andika berkata,
"Nampaknya kau kok keheranan sih? Heran aku tahu kalau
kau  terluka  dalam?  Ya  jelas  saja  aku  tahu!  Kan  aku  ini
pemuda  yang  tak  terkalahkan  di  segenap  penjuru  dunia.
Belum  lama  aku  berjumpa  dengan  Mishima  Nobu  dan
mengatakan semuanya, kok!!"
"Andika-san!"  terdengar suara Hiedha Ogawa he-ran.
"Apa maksudmu kau bertemu dengan Mishima-san?"
"Wah!  Kau  ini  kenapa?  Kebanyakan makan  tempe
bacem?"
"Mereka mengatakan... Mishima Nobu sudah mati!!"
sahut Hiedha Ogawa tak pedulikan selorohan Andika.
"Busyet!! Bagaimana bisa.... Eh, sebentar! Tanggung
nih!!" lalu dengan enaknya dia menghabisi sisa-sisa dagmg
ayam  bakar.  Lalu  dengan  tangan  kirinya diusap mulutnya
dengan  kain  bercorak  catur.  Kejap  berikutnya,  sambil
melanjutkan  kata-kata pada Hiedha Ogawa, dengan  sikap
seperti membuang,  Andika melempar  potongan-potongan
tulang  ayam  pada Nomuro  Shasuke,  "Kau  kena  dikelabui
olehnya!  Mishima  Nobu  masih  dalam  keadaan  segar
bugar!!"
Sementara  itu  lemparan  tulang-tulang  ayam  yang
dilakukan oleh Andika ke arah Nomuro Shasuke, bukanlah
lemparan  pada  umumnya.  Lima  buah  tulang  ayam  itu 

meluncur  deras  ke  arah  Nomuro  Shasuke  yang  segera
menggerakkan samurainya.
Trak! Trak! Trak!!
Tiga  kali  terdengar  suara  cukup  keras  saat
samurainya  menghantam  kclima  tulang  ayam  itu  yang
menjadi  potongan  kecil.  Dan  seperti  tak  tahu  apa  yang
dilakukan oleh Nomuro Shasuke, Pendekar Slebor berkata,
"Hiedha-san!  Seperti  janjiku  padamu,  biar  kutangkap
pembunuh  celaka  yang  juga  telah  membunuh  seorang
kakek dan memperkosa cucunya!!"
Lagi dengan santainya dia mengusap mulut dengan
kain  bercorak  catur,  bersamaan  terdengar  bentakan
Nomuro  Shasuke,  "Sejak  lama  aku  ingin  merasakan
kehebatan Pendekar Slebor!!"
"Wah!  Kau  pasli  terkejut!  Ngomong-ngomong...
apakah  kau  ingin  makan  tempura  (udang  goreng)  dan
sashimi (irisan ikan mentah) sebelum mampus?!"
"Tutup mulutmu!!" menggeram Nomuro Shasuke.
Namun  sebelum  dia  lancarkan  serangan,  Dewi
Permata  Biru  sudah  menerjang  diiringi  teriakan  keras,
"Nomuro-san! Biar pemuda ini bagianku!!"
Menyusul melabraknya dua gelombang angin warna
biru ke arah Pendekar Slebor yang cuma geleng-gelengkan
kepala. Begitu dua gelombang angin tadi mendekat, Andika
segera angkat kedua tangannya.
Pukulan yang mengandung tenaga  ‘Inti Petir'  tingkat
kesepuluh sudah memupus gelombang angin  tadi. Namun
pemuda dari Lembah Kutukan  ini harus segera melompat
karena  Dewi  Permata  Biru  sudah  meluruk  ke  depan
dengan tendangan berputar.
Saat hindari serangan lawan, Andika berseru, "Dewi!
Kau  telah  terluka  dalam!  Pantang  bagiku  untuk
menghadapi  orang  yang  terluka  dalam!  Apalagi...  ya  kau
cuma  seorang  perempuan  yang  seharusnya  mencuci
pakaianku di sungai!!"
Mendengar  ejekan  Pendekar  Slebor,  perempuan
berpakaian merah ini bertambah kalap. Mendadak kembali 

didorong  kedua  tangannya.  Menghampar  kembali  angin
biru yang hebat dan kali ini mengandung hawa panas yang
tinggi.  Belum  lagi  labrakan  itu  mengenai  sasarannya,
mendadak  saja  satu  sinar  biru  yang  juga  mengandung
hawa panas meiesat dari permata di keningnya.
Kali  ini  Andika  tak  bermaksud  untuk  memapaki.
Dengan  andalkan  ilmu  peringan  tubuhnya  yang  kesohor,
pemuda urakan ini membuang tubuh ke kanan.
Blaarrrr!!
Letupan keras terdengar. Ranggasan semak belukar
yang  terkena  angin  biru,  langsung  pecah  berantakan
hingga  akarnya.  Tidak  hanya  sampai  di  sana  saja  yang
terjadi,  karena  sinar  biru  yang  terpancar  dari  permata  di
kening  si  perempuan,  menghantam  sebuah  pohon  yang
langsung  bolong  keluarkan  asap.  Menyusul  pohon  itu
bergetar dengan gugurkan dedaunannya. Kejap berikutnya
ambruk menggemuruh.
Sementara  itu,  Nomuro  Shasuke  tak  mau
membuang waktu  lagi. Dia kembaii  teruskan serangannya
pada Hiedha Ogawa. Hiedha sendiri berusaha keras untuk
imuangi  setiap  serangan  ganas  yang  dilakukan  oleh
Nomuro.
Kalau  setiap  kali  serangan  yang  dilancarkan  Dewi
Permata  Biru  pada  Pendekar  Slebor  mengandung  hawa
panas  menggidikkan,  serangan  Nomuro  Shasuke  pada
Hiedha Ogawa justru mengandung hawa dingin.
Hingga  saat  itu  pula,  hutan  yang  mulai  dirambati
sinar matahari pagi seolah dibuncah oleh hawa panas dan
dingin yang saling tindih.
Sementara  itu  Dewi  Permata  Biru  terus  gerakkan
kedua  tangannya  berulang  kali, menyusul  sinar biru  yang
mengandung hawa panas  terus mencelat dari permata di
keningnya.
Andika memaki-maki tak karuan sambil terus hindari
serangan yang ganas itu.
"Hmmm... akan kupancing dia...."
Memutuskan  demikian,  mendadak  saja  Andika 

mencelat  ke  depan  seolah  menyongsong  serangan  yan
dilancarkan  oleh  Dewi  Permata  Biru.  Sudah  tentu
perbuatannya memancing nafsu Dewi Permata Biru untuk
terus menyerang.
Akan  tetapi,  tiba-tiba  saja  Andika  memutar  tubuh
hingga serangan yang dilancarkan  lawan  lolos begitu saja.
Saat berputar  itu  tubuhnya melewati  sosok Dewi Permata
Biru. Kejap itu pula tangannya yang telah di-alirkan tenaga
'Inti  Petir'  tingkat  kelima  menghantam  telak  dada  si
perempuan.
Terdengar suara laksana salakan petir yang kuat.
Melengak  perempuan  ini  laksana  terhantam  petir.
Tubuhnya  agak  limbung  dengan  napas  terengah-engah.
Sejenak  dia  berusaha  untuk  kuasai  keseimbangannya.
Saat  berhasil  dilakukan,  justru  keningnya  yang  nampak
berkerut.
"Aneh!  Pukulan  yang  dilakukan  pemuda  ini,  sama
dengan  pukulan  yang  dilakukan ninja  yang menyerangku!
Sama-sama  seperti  mengandung  kekuatan  listrik  yang
kuduga  tentunya  mengandung  tenaga  petir!  Apakah
sesungguhnya pemuda ini ada hubungannya dengan ninja
itu? Atau jangan-jangan... mereka satu perguruan? Pemuda
ini  yang  pernah belajar  ke  Jepang,  atau  ninja  keparat  itu
yang pernah belajar ke tanah Jawa?"
Sementara  itu Andika  yang  telah  berdiri  kembali  di
atas  tanah berkata,  "Nan! Apa  kubilang? Mengalahkanmu
sangat  mudah,  kan?  Sudah  deh...  lebih  baik  kau
menyingkir dari sini! Apa yang ada ini bukanlah urusanmu!"
Dewi  Permata  Biru  segera  putar  tubuhnya  dengan
wajah mengkelap.
"Jangan  sesumbar!  Aku  akan  mengadu  jiwa
denganmu!!" maki Dewi Permata Biru sambil alirkan tenaga
dalamnya, terutama pada punggungnya yang terasa ngilu.
"Wah!  Benar-benar  keras  kepala  ya?  Tadi  kan
kubilang, aku tidak mau menghadapi orang yang telah...."
"Tutup mulutmu!!" putus Dewi Permata Biru.
Menyusul dia segera lancarkan serangan lagi. 

"Kutu monyet!" maki Andika dalam hati. "Perempuan
ini harus diberi pelajaran!!"
Sambil menghindari  serangan  itu  dia berseru,  "Ayo,
kau minggat dari sini! Nanti kubikin benjol kepalamu ya?!"
Akan tetapi sudah tentu Dewi Permata Biru tak mau
melakukannya,  apalagi  dilihatnya  saat  ini  bagaimana
Nomuro  Shasuke  sedang  mengurung  Hiedha  Ogawa
dengan  serangan  samurainya.  Awan-awan  kecil  berwarna
hitam  yang  keluar  setiap  kali  samurainya  digerakkan,
bukan hanya meletup-letup, tetapi juga halangi pandangan
Hiedha Ogawa.
Andika yang juga melihat bagaimana lelaki berkumis
tipis  itu  sedang  terdesak,  akhirnya  memutuskan  untuk
memberi  pelajaran  pada  Dewi  Permata  Biru.  Di  saat
perempuan  berpakaian  merah  menyala  ini  lancarkan
semrangannya,  mendadak  saja  Andika  melompat  ke
samping  kanan. Lalu meluruk dengan  tangan  kanan  yang
telah dialirkan tenaga 'Inti Petir' tingkat keempat.
Pemuda  yang  memiliki  hati  lembut  ini  tak
mengarahkan serangannya pada dada maupun perut Dewi
Permata Biru, padahal  itu dapat dilakukannya dengan mu-
dah.  Serangannya  justru  diarahkan  pada  tangan  kanan
Dewi Permata Biru.
Terhenyak  mendapati  serangan  itu,  Dewi  Permata
Biru  berusaha  memapaki  dengan  tangan  kirinya.  Hanya
dengan  memiringkan  tubuhnya  sedikit,  Andika  berhasil
lolos dan  terus melancarkan jotosannya pada bagian yang
dituju.
Terdengar suara salakan petir yang cukup keras saat
menghantam  tangan  kanan  Dewi  Permata  Biru  yang
melengak kaget. Saat itu pula terdengar suara 'krak' tanda
tulang  tangan  kanannya  patah.  Menyusul  tubuhnya
terhuyung ke belakang disertai jeritan keras.
Nomuro  Shasuke  yang mendengar  teriakan  itu  tak
peduli.  Sesungguhnya  dia memang  hanya memanfaatkan
Dewi  Permata  Biru  belaka.  Terus  diserangnya  Hiedha
Ogawa  yang  kian  terdesak.  Kaki  kanan  dan  kiri  Hiedha 

telah  terkena  ujung  samurainya.  Seketika  Hiedha
merasakan seluruh tubuhnya direjam hawa dingin.
Kedudukannya  semakin  bertambah  goyah  dan
terdesak.  Bahkan  samurainya  sudah  terlepas  begitu
terhan-tam samurai lawan.
"Mampuslah  kau!!"  menggelegar  suara  Nomuro
Shasuke  seraya ayunkan  samurainya dari atas  ke bawah,
siap rnembelah kepala Hiedha Ogawa.
Namun  mendadak  saja  satu  sentakan  telah
membuat  ayunan  samurai  Nomuro  Shasuke  melenceng.
Lalu  dirasakan  tendangan  telak  menghantam  dadanya.
Terhuyung lelaki berahang persegi itu ke belakang.
Belum  lagi dia berdiri  tegak  terdengar  suara diiringi
tawa  mengejek,  "Waduh!  Maaf!  Tadi  maksudku  ingin
menjitak  kepalamu!  Kok  yang  bergerak  malah  kakiku!!
Maaf,ya?!!"
Mengkelap  Nomuro  Shasuke  begitu  mengetahui
siapa orang yang halangi maksudnya. Diam-diam diliriknya
Dewi  Permata  Biru  yang  sedang  berlutut  menahan  sakit
dengan keringat aliri sekujur tubuhnya.
"Celaka!  Perempuan  itu  sudah  tak  berdaya!  Dan
rasanya...  tak mungkin aku bisa menghadapi pemuda  ini!
Aku  tidak  boleh  mati  sebelum  menduduki  takhta
Kekaisaran di Jepang!!"
"Lho,  kok  malah  bengong?  Apakah  sudah  ciut
nyalimu  sekarang?  Kalau  sudah,  itu  lebih  baik!  Jadi  aku
tidak  perlu  ngos-ngosan  kayak  begini?"  kata  Andika  lagi
sambil garuk-garuk kepalanya.
Tatapan Nomuro Shasuke seolah kilatkan bara yang
sangat  panas.  Perlahan-lahan  dia  maju  satu  langkah
sambil mengangkat samurainya.
"Pendekar  Slebor!  Ini  urusanku  dengan  Hiedha
Ogawa! Kau tak pantas mencampurinya?!"
"Waduh!  Betul  juga,  ya?  Aku  jadi  tidak  enak  nih!
Ngomong-ngomong...  bagaimana  dengan  perbuatanmu
yang menyebabkan  beberapa  orang  nelayan  tewas?  Juga
perbuatanmu di desa Bojong Tunggal? Bahkan... kau telah 

membunuh seorang kakek dan memperkosa cucunya yang
juga  kemudian  kau  bunuh!  Nah...  apakah  aku  akan
berdiam diri? Tetapi ya... kayaknya mcmang begitu ya?  Iya
deh, aku diam saja!!"
Sadar  kalau  pemuda  berpakaian  hijau  pupus  itu
sedang mengejeknya, Nomuro Shasuke menggeram dalam
hati.  Mendadak  dia  melompat  mendekati  Dewi  Permata
Biru.
"Dewi-san!  Bagaimana  keadaanmu?"  tanyanya
dengan  tatapan  bersiaga  pada  Andika.  "Aku...  baik-baik
saja...."
"Bagus! Kita bunuh keduanya! Dewi-san... kau  telah
berkorban  banyak  untukku!  Maka,  aku  pun  rela
mengorbankan nyawa untukmu! Kita maju bersama!!"
Dewi  Permata  Biru  yang  tidak  tahu  kalau
sesungguhnya  Nomuro  Shasuke mempunyai maksud  lain
kembangkan senyum. Hati perempuan ini terasa berbunga-
bunga hingga semangatnya muncul kembali.
"Kau  begitu  baik  padaku...  kau  penuh  perhatian
padaku...," desisnya bahagia.
"Karena aku mencintaimu...," sahut Nomuro Shasuke
pasti. Tetapi diam-diam dia menyambung dalam hati,  "Aku
punya maksud Iain padamu, Dewi-san...."
Lamat-lamat  Dewi  Permata  Biru  bangkit.  Ngilu  di
tangan  kanannya  seolah  tak  dirasakan  lagi.  Dia  berkata
pada Nomuro Shasuke, "Aku pun mencintaimu...."
"Kita bunuh mereka!!"
Sementara  itu,  Hiedha  Ogawa  yang  telah  terluka
mundur  perlahan-lahan.  Andika  sendiri maju  tiga  langkah
ke  depan.  Dia  juga mendengar  apa  yang  dikatakan  oleh
Nomuro  Shasuke.  Lalu  dia  berkata,  "Dewi  Permata  Biru!
Kau  telah  dibutakan  oleh  segala  cinta  palsu  lelaki  itu!
Hatimu  kosong  dari  cinta  dan  sangat  membutuhkan  nya
setelah  cintamu  ditolak  oleh  Pendekar  Bayangan  yang
justru  kemudian  kau  bunuh!  Kesadaran  memang  selalu
datang  belakangan!  Tetapi  kau  belum  terlambat  untuk
memperbaiki segala perbuatanmu sekarang!" 

"Iangan  dengarkan  kata-katanya,  Dewi!  Aku  sangat
mencintaimu...," bisik Nomuro Shasuke.
Dewi  Permata  Biru  sesaat  melirik  lelaki  bengis  itu.
Lalu  dengan  suara  dingin  dia  berseru  pada  Andika,  "Ja-
ngan  halangi  seliap  keinginanku,  Pendekar  Slebor!  Dan
jangan merasa  kau  telah menang  kendati  aku  telah  kau
kalahkan!!"
Andika  mengeluh  dalam  hati.  "Dia  benar-benar
membutuhkan perhatian seseorang. Sayangnya, perhatian
itu  datang  dari  Nomuro  Shasuke  yang  hanya
memperalatnya belaka."
Sebelum  Andika  buka  mulut,  Dewi  Permata  Biru
sudah menerjang ganas diiringi  teriakan mengguntur. Dua
gelombang  angin  dan  sinar  biru  yang  memancar  dari
permatanya menggebrak ganas ke arah Andika.
Melihat  kebodohan  Dewi  Permata  Biru,  Andika
mendengus.  Dan  mau  tak  mau  dia  memang  harus
menghindari  serangan  lawan. Namun  bersamaan  dengan
itu,  Nomuro  Shasuke  yang  sudah  melompat  ke  depan,
telah mengayunkan samurainya pula.
"Kutu monyetM" maki Andika sambil memutar tubuh.
Namun  lagi-lagi  dia  harus  bergerak  cepat  karena  Dewi
Permata Biru sudah menerjang kembali.
Kali  ini  tak  ada  jalan  lain  bagi  Andika,  selain
memapaki  dan  membalas.  Kendati  demikian,  dia  tetap
menjadikan diri Nomuro Shasuke sebagai sasarannya.
Begitu  berhasil  membalas  gebrakan  Dewi  Permata
Biru  hingga  perempuan  itu  harus  surut  tiga  tindak  ke
belakang, pemuda urakan  ini melompat ke depan. Ayunan
samurai  Nomuro  Shasuke  dihindari  hanya  dengan
memiringkan  tubuh.  Kejap  kemudian  tangan  kanannya
menangkap tangan lelaki bengis itu.
Memutarnya  dengan  cepat  hingga  mau  tak  mau
Nomuro  Shasuke  harus melepaskan  samurainya.  Di  saat
Andika  hendak  menotoknya,  Dewi  Permata  Biru  sudah
menerjang ke arahnya.
"Kau harus mampus di  tanganku, Pendekar Slebor! 

Kau bukan hanya mengacaukan seluruh  rencana Nomuro-
san! Tetapi juga membuatku murka karena berani  lancang
melukai kekasihku!!"
Terpaksa  Andika  harus  melepaskan  pegangannya
pada  Nomuro  Shasuke  untuk  hindari  serangan  Dewi
Permata Biru.
"Kadal  buntung!  Perempuan  ini  benar-benar  keras
kepala! Terpaksa aku harus memberinya pelajaran! Tetapi,
jelas-jelas pembunuh dari  Jepang  ini akan memanfaatkan
kesempatan untuk melarikan diri. Hhhh!! Baiknya...."
Belum  lagi  Andika  memutuskan  apa  yang  hendak
dilakukannya, Nomuro Shasuke  sudah menerjang dengan
jotosannya  bersamaan  sosok  Dewi  Permata  Biru  yang
menggebrak ganas ke arahnya juga.
Cepat  Andika  putar  tubuh  untuk  hindari  serangan
keduanya. Menyusul dia menggebrak  cepat  ke  arah Dewi
Permata Biru. Bersamaan dengan  itu, Hiedha Ogawa  yang
keadaannya  sebagian  telah  pulih,  menerjang  dengan
samurainya ke arah Nomuro Shasuke.
Di  sinilah  terlihat  kekejaman  Nomuro  Shasuke.
Sadar kalau dia tak akan mampu hindari serangan Hiedha
Ogawa, mendadak  saja  dia menarik  tubuh  Dewi  Permata
Biru yang bam saja hindari serangan Andika.
"Heeiiii!!"  terkejut Dewi Permata Biru merasa dirinya
ditarik.  Belum  lagi  dia  sadar  apa  yang  terjadi, mendadak
saja dirasakan goresan tajam pada dadanya.
Craaatt!!
"Aaakhhhhh!!"
Darah menyembur keluar akibat dadanya luka besar
terbabat  samurai  Hiedha  Ogawa.  Rupanya  dengan  licik,
Nomuro  Shasuke  menjadikan  diri  Dewi  Permata  Biru
sebagai tameng dirinya sendiri.
Kejap  itu  pula  laksana  kelinci  yang  terperangkap
langkah  serigala,  Nomuro  Shasuke  berlari  meninggalkan
tempat itu. Yang terdengar hanya suara Dewi Permata Biru
tertahan, "Nomuro-san! Kau... kau... laknat!!"
Lalu  tubuh  perempuan  berpakaian merah menyala 

ini pun ambruk ke tanah dengan bersimbah darah.
Andika  sendiri  sama  sekali  tak menyangka Nomuro
Shasuke akan menjadikan diri Dewi Permata Biru sebagai
tameng.  Tatkala  dilihatnya  Hiedha  Ogawa  hendak
menyusul  pembunuh  dari  Jepang  itu,  Andika  sudah
berseru, "Kau tetap di sini! Kuburkan mayat perempuan itu!
Biar kutangkap Nomuro Shasuke!!"
Kejap  berikutnya,  pemuda  pewaris  ilmu  Pendekar
Lembah  Kutukan  ini  sudah  berkelebat  dengan  ilmu  pe-
ringan  tubuhnya.  Hiedha  Ogawa  sendiri  hanya  terpaku  di
tempatnya.  Dia  juga  tidak  menyangka  kalau  samurainya
justru mencabut nyawa Dewi Permata Biru.
Setelah menarik  napas  berkali-kali,  lelaki  berkumis
tipis  ini mulai menggali  tanah  untuk mcnguburkan mayat
Dewi Permata Biru.

*** 

10

Widarti  hanya  bisa menahan  napas  tatkala melihat
Indrajit  masih  terpaku  di  tempatnya  tanpa  berbuat  apa-
apa. Sementara itu, sosok Dedemit Tapak Akhirat semakin
mendekat.
Namun  sebelum maut  menerkam  pemuda  nelayan
ini, mendadak  saja  terdengar  suara angin membeset dari
samping kanan.
Wuuuttt!
Cukup  merigejutkan  Dedemit  Tapak  Akhirat  yang
dengan  segera  mengurungkan  maksud.  Bersamaan
tubuhnya melompat  kembali  ke  belakang,  tangan  kanan-
nya mengibas.
Wusss!!
Serangkum  angin  menderu  ke  arah  orang  yang
barusan muncul.  Ganti  orang  ini  yang melompat  dengan
gerakan  menakjubkan.  Saat  berdiri  tegak  di  atas  tanah,
terlihat  sepasang matanya  yang  sipit bertambah menyipit.
Wajahnya  agak  tegang  dan  di  tangannya  tergenggam
samurai  yang  tadi  diayunkan  hingga  terdengar  suara
besetan.
Indrajit yang tak menyangka kalau akan selamat dan
melihat  siapa  Orang  yang  telah  menyelamatkannya
berseru, "Mishima-san!!"
Orang yang menyelamatkannya dan tak lain Mishima
Nobu  adanya  hanya  anggukkan  kepala.  Pandangan  nya
tetap  lurus  pada  Dedemit  Tapak  Akhirat  yang  kian
mengkelap.
"Jahanam busuk!!  Tentunya  kau  salah  seorang dari
utusan  Kaisar  Jepang  yang  sedang  memburu  Nomuro
Shasuke! Bagus! Kau  telah masuk kalangan, berarti harus
mampus!!"
Mishima Nobu  yang  kehilangan  jejak  saat mencoba
mengikuti langkah ninja bernama Akiko Arashi yang sedang
mengejar  Dewi  Permata  Biru  tak  keluarkan  sahut-an.
Pandangannya kian angker tak berkedip. 

Keheningan melanda  tempat  itu. Sementara Widarti
bergegas mendekati Indrajit.
"Kau  mengenai  orang  itu?"  tanya  murid  mendiang
Pendekar Bayangan ini.
Indrajit  mengangguk-angguk.  Kendati  dia  cukup
tenang, namun napasnya masih memburu. Siapa yang bisa
langsung  tenang  bila  sebelumnya  menghadapi  bahaya
mengerikan yang dapat mencabut nyawanya saat itu ju ga?
"Indrajit...  kali  ini  kuminta  padamu,  agar  jangan
bertindak  gegabah.  Agak  menyingkir  dari  sini.  Aku  akan
membantu orang itu menghadapi Dedemit Tapak Akhirat."
"Widarti... biarkan dia yang menghadapinya." 
"Tidak!  Dia  telah  menyelamatkanmu...."  "Aku  tak
ingin kau mendapat celaka." 
"Begitu pula denganku. Aku  tak  ingin kau mendapat
celaka. Lebih baik kau...."
Memutus  kata-katanya  sendiri,  Widarti  tolehkan
kepala  pada  Indrajit.  Sesaat  kedua  remaja  itu  saling
pandang. Tanpa mereka sadari, satu sama lain telah meng-
ungkap perhatian yang sangat besar.
Ditatap  seperti  itu  Indrajit  justru  tundukkan
kepalanya. Dia memang  tak dapat melakukan  tatap muka
lama-lama  dengan Widarti.  Sementara  itu,  si  gadis  justru
terdiam  agak  lama.  Diam-diam  dirasakan  sesuatu  mulai
merasuki  hatinya.  Sesuatu  yang  sama  sekali  tak  pernah
dirasakan sebelumnya.
Namun  masing-masing  orang  segera  arahkan
pandangan  lagi  ke  depan  tatkala  terdengar  bentakan
Dedemit Tapak Akhirat, "Manusia celaka!! Nyawamu sangat
berharga untuk Dewi Permata Biru yang hendak membantu
kambratnya  yang  bernama  Nomuro  Shasuke!  Bagus
Dengan  begitu,  aku  dapat  memberikan  jalan  termudah
bagi Nomuro Shasuke  guna mengadakan  pemberontakan
kembali di Jepang!!"
Mendengar kata-kata itu, lamat-lamat Mishima Nobu
semakin  erat  menggenggam  samurainya.  Pandangannya
tetap tak berkedip ke depan. 

"Menilik  keadaannya,  jelas  kalau  lelaki  ini  bukan
orang  sembarangan.  Tatapannya  yang  seperti  pancarkan
sinar kelabu begitu mengerikan sekali. Dan jelas kalau dia
sahabat Dewi Permata Biru, yang menurut Pendekar Slebor
membantu Nomuro Shasuke! Hhhh.. Apa pun yang  terjadi,
aku  tak  akan  mundur  menghadapinya!  Tetapi...  di  mana
ninja bernama Akiko Arashi sekarang?"
Di  seberang,  Dedemit  Tapak  Akhirat  kertakkan
rahangnya.  Sepasang  pelipisnya  bergerak-gerak.  Lalu
tanpa  keluarkan  suara,  dia  sudah  menerjang  ke  depan
dengan ganas.
Dua  gelombang  angin  panas  melabrak  ke  arah
Mishima  Nobu,  yang  serta-merta  melompat  hindari
serangan  itu. Belum  lagi dia berdiri  tegak, Dedemit Tapak
Akhirat sudah melompat ke depan dengan  jotosan  tangan
kanan kiri siap menghantam dada dan wajahnya.
Mishima  Nobu  segera  putar  samurainya.  Dengan
pergunakan  jurus  'Menjerat  Matahari'  lelaki  bertubuh
pendek  ini balas menyerang. Sesaat dia memang berhasil
membuat  serangan  Dedemit  Tapak  Akhirat  seperti  tak
berguna.
Namun  dua  gebrakan  berikutnya,  justru  dia  yang
dibuat  pontang-panting  dengan  keganasan  serangan
Dedemit  Tapak  Akhirat  yang  sambil  tertawa-tawa  terus
mencecar.
"Sungguh  mengherankan  bila  Dewi  Permata  Biru
meminta  bantuanku untuk mengatasi  orang-orang  seperti
kau?!  Mungkin  dia  yang  terlalu  bodoh,  atau  kau  yang
memang tak memiliki kepandaian apa-apa?!!"
Sementara  itu,  Widarti  yang  melihat  bagaimana
Mishima  Nobu  harus  tunggang-langgang,  segera
masukmke  kancah  pertarungan.  Indrajit  yang  kini  duduk
menjauh  menahan  kegelisahan  di  hatinya.  Sungguh  dia
merasa  sedih  dan  malu  karena  tak  bisa  membantu
sementara gadis itu begitu gigih.
Merasakan deru angin mengarah padanya, Dedemit
Tapak  Akhirat  segera  putar  tubuh,  bersamaan  tangan 

kanannya bergerak. Widarti yang sudah memperhitungkan
soal itu, segera menghindar. Sementara itu, Mishima Nobu
yang  merasa  diselamatkan,  sudah  melompat  dengan
tusukan samurai ke arah perut.
"Keparat!!"  maki  Dedemit  Tapak  Akhirat  keras.
Dengan  tendangan  kaki  kirinya,  dia  berhasil  gagalkan
tusukan samurai Mishima Nobu,
Namun  mau  tak  mau  dia  juga  harus  hindari
serangan Widarti.
Dengan  teriakan  mengguntur,  Dedemit  Tapak
Akhirat  lancarkan  jotosan  tangan  kanan  kirinya  sekaligus.
Deru angin mendahului gerakannya.
Masing-masing  orang  segera  berjumpalitan
menghindar.  Dedemit  Tapak  Akhirat  rupanya  tak  mau
bertindak ayal. Masih  felap berdiri di  tempatnya, dia  terus
menerus  lancarkan  serangan  ganasnya  ke  arah Mishima
Nobu dan Widarti.
Kali  ini  keduanya  berlompatan  seperti  monyet
kebakaran ekornya.
Di tempatnya, Indrajit yang sejak tadi mencemaskan
keadaan Widarti, diam-diam mengambil pasir dengan dua
genggamannya.  Lamat-lamat  dipaksanya  untuk  berdiri.
Dengan  kerahkan  sisa-sisa  tenaganya,  dia  memburu  ke
arah Dedemit Tapak Akhirat.
"Manusia celaka!! Mampuslah kau!!"
Mendapati kalau dirirrya akan diserang oleh Indrajit,
Dedemit  Tapak  Akhirat  langsung  hentikan  serangannya
pada  Mishima  Nobu  dan  Widarti.  Ganti  diarahkan
serangannya pada Indrajit.
Terdengar seruan Widarti tertahan, Indrajiiitt! Jangan
bertindak!!"
Akan  tetapi  sudah  tentu  Indrajit  sukar  untuk
hentikan  gerakannya  sendiri.  Bahkan  untuk  menghindari
serangan  yang  telah  dilancarkan  oleh  Dedemit  Tapak
Akhirat saja sudah tidak mungkin dilakukannya.
Seperti menyongsong  ikan  yang  terkena  jala,  tubuh
Indrajit  telah  terhantam  dua  gelombang  angin  yang 

dilepaskan oleh Dedemit Tapak Akhirat.
Indrajiiitttttt!!"  teriak  Widarti  dengan  hati  terbelah
rentak.
Sosok Indrajit melengak dan terlempar deras dengan
darah  menyembur  dari  mulut.  Namun  sosok  Dedemit
Tapak Akhirat pun nampak  terhuyung ke belakang dengan
tangan kanan kiri mengucak-ucak matanya.
Rupanya,  sebelum  terkena  serangan  lawan,  Indrajit
masih  sempat  melemparkan  pasir-pasir  yang
digenggamnya.  Dedemit  Tapak  Akhirat  yang  tak
menyangka  kalau  pasir-pasir  itu  yang  justru  akan
mencelakakannya,  tak segera menghindar. Maka mau  tak
mau pasir-pasir itu pun masuk ke kedua matanya.
Dari ucakan kedua tangan pada matanya, terdengar
suara  raungannya  yang  keras.  Semakin  diucak,  kedua
matanya  terasa  semakin  pedih.  Gerakan  tubuhnya  pun
mulai limbung ke kanan ke kiri.
Widarti yang melihat nasib malang menimpa  Indrajit
dan begitu melihat  apa  yang  terjadi  pada Dedemit  Tapak
Akhirat,  segera  menerjang  ke  depan  dengan  jotosan
tangan kanan yang mengandung tenaga dalam.
Namun  kendati  gerakannya  semakin  limbung
sementara matanya sudah tidak bisa melihat lagi, Dedemit
Tapak  Akhirat masih  bisa  hindari  jotosan Widarti.  Bahkan
bukan hanya sekali, tiga kali dia berhasil melakukannya.
Widarti  sendiri  tak mau hentikan  serangannya. Hati
gadis  ini marah  dan  kalap.  Apalagi melihat  sosok  Indrajit
yang  sudah  terbaring  tak  berdaya  dengan  napas megap-
megap dan mata sesekali membuka dan menutup.
Dengan  teriakan-teriakan  keras,  Widarti  terus
menyerang.  Mishima  Nobu  juga  bertindak.  Kalau  Widarti
menyerang  dari  depan,  Mishima  Nobu  menyerang  dari
belakang dengan pergunakan samurainya.
Dalam keadaan mata yang tidak lagi dapat berfungsi
dan  terasa  sangat menyakitkan,  lama  kelamaan Dedemit
Tapak  Akhirat  tak  dapat melindungi  dirinya  lagi.  Bermula
dari  sabetan  samurai Mishima Nobu  pada  kaki  kanannya 

hingga  mau  tak  mau  lelaki  berparas  tengkorak  itu  jatuh
berlutut.  Menyusul  tendangan  Widarti  pada  kaki  kirinya
yang membuat Dedemit Tapak Akhirat agak tersungkur.
Lalu  ujung  samurai  Mishima  Nobu  kembaii
menghantam  punggung  Dedemit  Tapak  Akhirat  yang
melengak  serta  memekik  tertahan.  Menyusul  tendangan
keras Widarti pada dadanya.
Hingga  akhirnya,  lelaki  berpakaian  hitam-hitam
terbuka  di  bagian  dada  yang  perlihatkan  tonjolan  lutang-
tulangnya, kini jadi bulan-bulanan serangan keduanya.
Widarti  yang  sudah  murka  melihat  nasib  malang
yang  dialami  Indrajit,  terus  menghantam  tubuh  Dedemit
Tapak  Akhirat  disertai  teriakan-teriakan  kalap.  Secara
bersamaan  pula  samurai  Mishima  Nobu  menggores
bagian-bagian tubuh lawan.
Darah yang keluar sudah sedemikian banyak, Tubuh
yang  telah  luka parah itu limbung ke sana kemari  laksana
bola.  Dua  kejapan  mata  berikutnya,  tubuh  itu  ambruk
bersimbah  darah.  Meregang  sesaat  sebelum  nyawanya
merat entah ke mana.
Sementara  Mishima  Nobu  masih  berdiri  tegak
dengan  napas  agak  terengah,  Widarti  segera  memburu
Indrajit. Hatinya pilu melihat keadaan pemuda nelayan ini.
Segera dipangku kepala dengan lututnya. "Indrajit...."
Perlahan-lahan  Indrajit  membuka  kedua  matanya.
Ada derita yang berat di sana, namun bibirnya tersenyum.
"Mengapa  kau  lakukan  hal  itu,  Indrajit?"  tanya
Widarti sambil berusaha tindih kesedihannya.
"Aku  tidak  apa-apa...,"  sahut  Indrajit  dengan  suara
serak.
Hati Widarti bertambah pilu. Baru disadarinya kalau
dia  telah  mencintai  pemuda  berkulit  agak  hitam  itu.
Walaupun gadis ini berusaha untuk tindih segala sedihnya,
namun dia mengisak pula.
Indrajit  tersenyum  lemah.  "Jangan  menangis,
Widarti... aku tidak apa-apa...."
Widarti mengangguk-anggukkan kepalanya. 

"Kau... tak perlu melakukan seperti itu, Indrajit?"
"Aku senang melakukannya... aku senang...."
"Tetapi...."
"Widarti...  jangan bersedih. Semuanya sudah  terjadi,
bukan?"  kata  Indrajit  tetap  tersenyum.  Tangannya  lemah
menggenggam  tangan  Widarti  yang  balas  menggenggam
erat.
Kembali Widarti mengangguk-anggukkan kepalanya.
Hatinya  justru  bertambah  pilu  saat  Indrajit  berkata,  "Aku
senang... bila kau tak bersedih."
"Kau...."
"Widarti...  ada...  ada  yang  ingin...  kukatakan
padamu...."
"Katakanlah...."  Dada  Widarti  kian  dibuncah
kepedihan.
Indrajit menahan  napas  sejenak,  karena  rasa  sakit
pada  dadanya  semakin  menjadi-jadi.  Lalu  dengan
pandangan  yang  bertambah  meredup  dia  berkata,
"Widarti... aku... aku mencintaimu...."
Widarti menggenggam lebih erat tangan Indrajit.
"Aku  juga  mencintaimu,  Indrajit....  Kau  akan
sembuh....  Kita  akan  bersama-sama  hidup  bahagia
selamanya...."
Indrajit menatapnya, bertambah  lemah,  begitu  pula
dengan genggaman tangannya.
"Aku... gembira mendengarnya...."
Habis  kata-katanya,  kepala  pemuda  gagah  itu  pun
terkulai.  Widarti  terhenyak  kaget.  Diguncangnya  tubuh
Indrajit  dengan  teriakan-teriakan  memanggil.  Tetapi
pemuda gagah itu telah tewas dalam pangkuannya.
Mishima  Nobu  yang  melihat  keadaan  itu,  menarik
napas  pendek.  Perlahan-lahan  didekatinya  gadis  yang  di
rambutnya terdapat ronce bunga melati.
"Dia sudah meninggal, Widarti-san...."
Widarti  takmenjawab,  tak  bergerak.  Pandangannya
tertuju pada wajah Indrajit yang teduh. Bibirnya tersenyum.
Matanya merapat. 

"Indrajit...  aku  mencintaimu...  aku  mencintaimu...,"
desisnya pilu.
Mishima Nobu  tak mau menegur  kembaii,  khawatir
gadis itu akan semakin bertambah pilu.
Dia  justru  melangkah  tiga  tombak  dari  tempat
Widarti.  Dengan  pergunakan  samurainya,  digalinya  dua
buah  lubang.  Setelah  jadi,  ditendangnya  sosok  Dedemit
Tapak Akhirat yang langsung jatuh ke salah satu lubang itu.
Lalu dikuburnya.
Setelah itu dia mendekati Widarti.
"Widarti-san...  biarkan  kekasihmu  tenang  di
alamnya...," katanya pelan.
Widarti  mengangkat  kepalanya,  lalu  mengangguk-
angguk.
"Ya, biarkan dia tenang...."
Perlahan-lahan  dia  bangkit  sambil  membopong
jenazah  Indrajit. Dengan  langkah  agak  tertatih dibawanya
jenazah Indrajit ke lubang yang telah dibuat Mishima Nobu.
Dengan hati-hati diletakkannya jenazah Indrajit. Lalu
dia  melompat  kembaii.  Di  sisi  kanan  lubang  itu,
pandangannya diarahkan pada jenazah Indrajit.
Kemudian  tanpa  berkata  apa-apa,  Widarti  mulai
mendorong  tanah  dengan  kedua  tangannya  untuk
menutup  jenazah  Indrajit.  Mishima  Nobu  pun
membantunya.
Setelah  selesai,  Mishima  Nobu  berkata,  "Relakan
dia, Widarti-san...."
Widarti  cuma  menganggukkan  kepalanya.  Lalu
berkata, "Aku hendak mencari Pendekar Slebor...."
Habis  kata-katanya,  dia  sudah  melangkah,  agak
terhuyung.  Mishima  Nobu  segera  mengikutinya.  Dia
berpikir  kalau Widarti membutuhkan  bantuannya.  Apalagi
gadis itu juga hendak mencari Pendekar Slebor.


*** 

11

Lelaki  bertubuh  jangkung  itu  hentikan  langkahnya
tepat  ketika  hari  telah  memasuki  rembang  senja.  Lelaki
berkulit  kuning  yang  tak  lain  Ayothomori  sejenak
perhatikan  sekelilingnya.  Tanah  yang  dipijaknya  cukup
luas.
"Huh!  Ke  mana  perginya  pemuda  bernama  Indrajit
dan  gadis  bernama  Widarti  itu!  Sikap  mereka  sungguh
menjengkelkan!  Mereka  memang  harus  dihajar  karena
telah merendahkan martabat seorang samurail"
Sesaat  lelaki  ini  terdiam.  Kemudian  terdengar  lagi
kata-katanya,  "Jahanam!!  Mengapa  aku  justru  mengurus
masalah  sepasang  remaja  itu?  Urusanku  adalah
menangkap  Nomuro  Shasuke!  Huh!  Apakah  Hiedha-san
dan  Mishima-san  sudah  berhasil  menangkapnya?  Bila
sudah,  memang  tak  ada  persoalan  denganku!  Tetapi
kuharap, mereka belum menangkapnya! Karena, bila  aku
lebih  dulu  menangkap  pembunuh  celaka  itu,  maka  aku
akan langsung membawanya ke Jepang!"
Mendadak  lelaki  ini  tersenyum,  "Sangat
menyenangkan,  membayangkan  hadiah  apa  yang  akan
kuterima. Sebaiknya...."
Tiba-tiba  saja  Ayothomori  memutus  kata-katanya
sendiri  tatkala  didengar  suara  gerakan  di  belakangnya.
Cepat  dia  putar  tubuh.  Dua  kejapan  mata  kemudian,
muncul  satu  sosok  tubuh  bersorban  putih  dengan
sepasang alis  legam dan hidung mancung agak bengkok.
Pada  kedua  telinga  lelaki  yang  baru muncul  ini,  terdapat
anting berwarna biru.
Orang yang baru muncul ini sejenak terkejut melihat
sosok  Ayothomori. Namun  kejap  kemudian dia  tersenyum
seraya rangkapkan kedua tangannya di depan dada.
"Ayothomori-san... apa kabarmu?"
Bukannya  sahuti  sapaan  orang,  Ayothomori  cuma
mendengus.  "Hhh!  Lelaki  ini  pernah  menjengkelkanku!
Tetapi, dia juga mencari Nomuro Shasuke!" 

Kemudian.katanya,  "Pucha-san!  Bagaimana  de-
ganmu sendiri?!"
Orang yang tak lain Pucha Kumar adanya tersenyum.
"Baik-baik  saja.  Apakah  kau  sudah  menemukan  jejak
pembunuh bernama Nomuro Shasuke?"
"Belum!" sahut Ayothomori dan menyambung dalam
hati,  "Kalaupun  sudah...  tak akan  kuberi  tahudi mana dia
berada!  Aku  harus  mendapatkan  hadiah  dari  Kaisar
Tokugawa lesyasumoto."
"Ah,  sungguh  licin  pembunuh  celaka  itu!  Aku  juga
belum mendapatkan jejak yang berarti darinya, Ayothomori-
san! O ya, aku sempat berjumpa dengan Hiedha-san."
"Oh!  Bagaimana?  Apakah  dia  sudah  berhasil
menangkap  manusia  celaka  itu?"  suara  Ayothomori
nampak begitu memaksa.
Sesaat  Pucha  Kumar  kerutkan  keningnya
menangkap  nada  bernafsu  pada  suara  Ayothomori.  Lalu
dia  menggeleng,  Tidak!  Dia  juga  belum  berhasil
menangkap pembunuh celaka itu! Memang sungguh hebat
Nomuro Shasuke!!"
"Jangan  memuji  pembunuh  laknat  itu!!"  sengat
Ayothomori keras.
Seperti  menyadari  kesalahan  bicaranya,  Pucha
Kumar buru-buru berkata, "Maksudku...."
"Ayothomori-san!!"  terdengar  suara  memutus  kata-
kata Pucha Kumar.
Masing-masing  orang  tolehkan  kepala.  Hiedha
Ogawa  muncul  dengan  wajah  agak  berkeringat.  Melihat
kehadirannya, Ayothomori mendengus. Nampak  kalau dia
tidak suka.
Hiedha Ogawa menyapa Pucha Kumar, "Pucha-san...
kita bertemu lagi...."
"Hiedha-san...  nampaknya  kau  tengah  mengejar
sesuatu. Apakah kau sedang mengejar Nomuro Shasuke?"
Sesaat  Hieda  Ogawa menatap  lelaki  dari  India  itu.
Sambil  mengangkat  kepalanya,  segera  diceritakan  apa
yang  dialaminya.  Mendengar  cerita  itu,  Pucha  Kumar 

berseru  agak  mendesak,  "Ke  mana  larinya  pembunuh
celaka itu?"
"Aku  tak  bisa  mengetahuinya.  Kupikir  Pendekar
Slebor telah berhasil menangkapnya...."
Sementara  Pucha Kumar  nampak  tak  sabar, wajah
Ayothomori  mengkelap.  "Lagi-lagi  Pendekar  Slebor!
Sungguh  sial  bila  dia  lebih  dulu  berhasil  menangkap
Nomuro Shasuke!!"
Habis membatin  begitu  dia  berkata,  "Sekarang...  di
mana Pendekar Slebor berada?"
Walau  menangkap  nada  tidak  senang  dari
pertanyaan itu, Hiedha Ogawa menggeleng, "Aku tidak tahu
di mana dia berada."
"Kalau begitu, kita segera mencarinya. Jelas dia  tak
akan sanggup menghadapi Nomuro Shasuke!!"
"Ayothomori-san  masih  menganggap  remeh
Pendekar  Slebor,"  kata  Hiedha  Ogawa  dalam  hati.  Lalu
berkata,  "Kalau  begitu  kita  segera  berangkat.  Bagaimana
dengan kau, Pucha-san?"
Lelaki  yang di  pinggangnya melilit  selendang warna
biru  dan  terselip  sebilah  golok  tajam  menjawab,  "Kalian
pergi  berdua,  sementara  aku  akan  mencarinya  sendiri.
Ingat, bila kita berpencar, kemungkinan akan  lebih mudah
mendapatkannya...."
Hiedha Ogawa  langsung menganggukkan kepalanya
dan berkata pada Ayothomori,  "Ayothomori-san... sekarang
juga kita berangkat...."
Kejap  berikutnya,  dua  orang  utusan  Kaisar  Toku-
gawa  Iesyasumoto  itu  sudah  bergerak.  Namun  baru  lima
langkah,  mendadak  saja  suara  angin  membeset  udara
mengarah  pada  masing-masing  orang.  Hiedha  Ogawa
masih sempat. membalikkan  tubuh kendati  tangan kirinya
terkena  sabetan  benda  tajam,  sementara  Ayothomori
langsung tersungkur karena punggungnya tersabet.
Sementara  Ayothomori  mengeluh  tertahan  sambil
berusaha  balikkan  tubuh,  Hiedha  Ogawa  yang  melengak
kaget  sambil  menekap  tangannya  berseru,  "Pucha-san!! 

Apa yang kau lakukan?!"

***

Di  hadapan  masing-masing  orang,  Pucha  Kumar
berdiri tegak dengan golok di tangan. Pada ujung golok itu
menetes  darah  segar!  Bibirnya menyeringai  lebar  dengan
tatapan kejam.
"Manusia-manusia  bodoh!  Menginginkan  nyawa
Nomuro  Shasuke  harus  berhadapan  dulu  denganku!!"
katanya bengis.
Hiedha Ogawa berkata lagi, "Apa maksudmu?"
"Hiedha-san! Tak kusangka kalau kau begitu bodoh,
mempercayai  ceritaku  tentang  kedua  adikku  yang  tewas
dibunuh  oleh  Nomuro  Shasuke!  Ketahuilah...  aku  adalah
salah seorang kaki tangan Nomuro Shasuke!!"
Melengak kaget Hiedha Ogawa mendengar kata-kata
orang.  Sementara  Ayothomori  yang  sudah  duduk  bersila,
agak  goyah.  Parasnya  menekuk  menahan  sakit.
Kegeramannya  menjadi-jadi  mengetahui  siapa  Pucha
Kumar  adanya.  Namun  nampak  dia  tak  akan  sanggup
untuk menghadapi lelaki dari India itu.
Sementara  itu Hiedha Ogawa sendiri perlahan-lahan
mencabut samurainya. Tatapannya tajam ke depan.
"Tak kusangka sama sekali...," desisnya.
Pucha Kumar  terbahak-bahak.  "Siapa pun  tak akan
pernah menyangkanya! Kalian harus mampus!!"
Habis  bentakannya,  dengan  ganas  Pucha  Kumar
menerjang ke arah Hiedha Ogawa yang segera menangkis
dengan  samurainya.  Gebrakan  demi  gebrakan  ganas  itu
pada akhirnya membuat Hiedha Ogawa kerepotan sendiri,
apalagi  darah  yang mengalir  dari  tangan  kirinya  semakin
banyak keluar.
Dia memang berusaha sekuat  tenaga untuk menye-
lamatkan  selembar  nyawanya.  Namun  keganasan  Pucha
Kumar  tak  dapat  dibendung  lagi.  Tangan  kanannya  pun
terkena  sabetan  ujung  goloknya  hingga  mau  tak  mau 

samurainya harus terlepas.
Menyusul  dengan  teriakan  mengguntur,  Pucha
Kumar  menerjang  dengan  ayunan  golok  dari  atas  ke
bawah.
Akan  tetapi,  sesuatu  telah  menghantam  goloknya
hingga melenceng dari sasarannya.
"Keparat  terkutuk!  Siapa  yang  berani  lancang  begi-
ni?!!" maki lelaki India itu setelah berdiri tegak.
Belum  lagi habis  teriakannya  terdengar,  satu  sosok
tubuh  serba  hitam  telah berdiri berjarak delapan  langkah
dari hadapannya.
Bukan  hanya  Pucha  Kumar  yang  terkejut.  Hiedha
Ogawa  yang  kini  jatuh  berlutut  dan  Ayothomori  pun
tersentak kaget. Dan sama-sama mendesis, "Ninja...."
Lalu  dengan  pandangan  masih  tak  berkedip,
keduanya memperhatikan  bagaimana ninja  itu mendekati
mereka.  Lalu  menotok  beberapa  tubuh  bagian  masing
masing  orang  yang  sejenak melengak.  Rupanya  ninja  itu
telah  menotok  jalan  darah,  hingga  darah  yang  keluar
terhambat.
"Siapa kau?" tanya Hiedha Ogawa.
"Hiedha-san... namaku Akiko Arashi. Aku utusan dari
Kaisar  Tokugawa  Iesyasumoto  untuk menangkap Nomuro
Shasuke."
Lalu  dengan  suara  dingin,  orang  berpakaian  serba
hitam  itu  merandek  pada  Pucha  Kumar,  'Tak  disangka
lautan memang  terlalu dalam hingga  sulit diketahui  siapa
adanya orang! Orang bersorban putih, lebih baik menyerah
ketimbang mampus di tanganku!!"
Di tempatnya Pucha Kumar menggeram, "Justru kau
yang harus menyingkir dari sini sebelum mampus di ujung
golokku?!!"
"Mengapa  tidak  kau  katakan  kalau  aku  akan
mampus  di  ujung  samuraimu,  hah?!  Nomuro  Shasuke...
penyamaranmu  sebagai  Pucha  Kumar  telah  berakhir
sampai di sini!"
Sampai surut satu tindak ke belakang Pucha Kumar 

mendengar  kata-kala  orang.  Dia  bersuara  keras,  "Jangan
membadut!!"
"Nomuro  Shasuke...  sepengetahuanku...  tak  pernah
orang  India  dapat  memainkan  golok  seperti  seorang
samurai!  Gerakan  yang  dimiliki  para  pendekar  India
memang lincah, namun tak dapat lakukan gerakan laksana
seorang  samurai!  Dan  lagi  tiga  orang  dari  utusan  Kaisar
Tokugawa  Isyasimoto  tak memiliki kepandaian menyamar!
Nah! Siapa lagi orangnya kalau bukan...."
Memutus  kata-katanya  sendiri,  orang  berpakaian
serba  hitam  itu  mendadak  melesat  ke  depan.  Tangan
kirinya  kirimkan  jotosan  pada  Pucha  Kumar  yang  segera
gerakkan goloknya menyabet ke atas. Bersamaan dengan
sambutan  golok  ganas  itu,  ninja  ini  melenting  ke  atas.
Tangan  kanannya  bergerak  diiringi  hawa  panas menerpa
wajah Pucha Kumar. Tap!
Sorban  yang  dikenakan  Pucha  Kumar  terlepas.  Se-
ketika  nampak  rambut  yang  cukup  panjang.  Menyusul
hawa panas  yang  tadi menerpa wajah Pucha Kumar  telah
mengakibatkan sesuatu yang mengejutkan. Sepasang alis,
hidung  bengkok  dan  pipi  yang  agak  cekung,  nampak
meleleh.  Rupanya  itu  hanyalah  getah-getah  yang  dipakai
untuk menyamarkan wajah.
Tatkala  semuanya  sirna  jatuh  dan  mengering,
nampak  seraut  wajah  berahang  persegi  yang  sangat
dikenal  Hiedha  Ogawa  dan  Ayothomori.  "Nomuro
Shasuke!!"
Bertepatan  dengan  munculnya  Mishima  Nobu  dan
Widarti.

***

Pucha  Kumar  yang  sesungguhnya  adalah  Nomuro
Shasuke  adanya,  nampak  terperanjat.  Wajahnya  begitu
tegang dengan  tatapan  liar  pada  orang berpakaian  serba
hitam yang sedang lipat kedua tangannya di depan dada.
"Jahanam terkutuk! Siapa kau, hah?!!" 

"Aku adalah orang yang akan menangkapmu!!"
Nomuro Shasuke mengibaskan pakaian panjangnya.
Lalu  nampaklah  samurainya  yang  disembunyikan  di  balik
pakaiannya.  Dengan  kegeraman  tinggi,  pembunuh  dari
Jepang  ini  langsung menerjang  ke  arah  orang berpakaian
serba hitam. Serangannya ganas dan mematikan.
Awan-awan  kecil  warna  hitam  meletup-letup  dan
halangi pandangan, disusul dengan hawa dingin menusuk
tulang.  Namun  agaknya,  ninja  ini  juga  punya  kelebihan
yang lebih dari Nomuro Shasuke.
Karena dengan mudahnya dia hindari  serangan de-
mi serangan yang dilancarkan Pucha Kumar.
Mishima Nobu yang baru datang dan tak menyangka
kalau  orang  yang  bernama  Pucha  Kumar  adalah  orang
yang  mereka  cari,  segera  mendekati  Hiedha  Ogawa  dan
Ayothomori. Sementara Widarti hanya memperhatikan.
Pertarungan  sengit  Nomuro  Shasuke  dengan  ninja
itu  semakin  lama  bertambah  mengerikan.  Terutama  dari
serangan-serangan Nomuro Shasuke yang kejam.
Menilik  setiap  balasan  yang  dilakukan  oleh  orang
berpakaian  serba  hitam,  jelas  kalau  ninja  ini  tak
bermaksud  menurunkan  tangan.  Dia  mencoba  untuk
menekan dan menangkap Nomuro Shasuke hidup-hidup.
Serangan  yang  dilakukannya  pun  tak  kalah
mengerikan.  Karena  setiap  kali  tangannya  bergerak,
seperti  terdengar  salakan  petir  berulang-ulang  yang
mengandung  hawa  panas.  Bahkan  hawa  panas  itu
menindih hawa dingin  yang  keluar  dari  serangan Nomuro
Shasuke yang semakin lama nampak semakin kewalahan.
Dua  gebrakan  berikutnya,  Nomuro  Shasuke  sudah
terhuyung  ke  belakang  tatkala  kedua  kakinya  terhantam
tendangan si ninja sekaligus. Menyusul dadanya terhantam
telak hingga tubuhnya ambruk.
Si ninja justru hentikan serangannya. Pandangannya
tak berkedip pada Nomuro Shasuke yang sedang berusaha
bangkit. Dari  hidung  dan mulut  lelaki  bengis  itu,  nampak
darah  segar  mengalir.  Pandangannya  tetap  tajam 

menusuk.
"Celaka!  Ninja  ini  terlalu  tangguh  untukku!  Jelas
kalau  aku  tak  akan  dapat  mengalahkannya.  Apalagi
meneruskan semua maksud  yang  telah kususun. Tak ada
jalan  lain,  ketimbang  ditangkap  dan  dihukum,  lebih  baik
aku membunuh diri!"
Memutuskan  demikian,  mendadak  saja  Nomuro
Shasuke melompat ke depan dengan ayunan samurai dari
atas  ke  bawah.  Orang  berpakaian  serba  hitam  ini
mendengus  jengkel.  Dia  segera  miringkan  tubuh  dengan
lepaskan jotosan dari bawah ke atas.
Terdengar  suara  seperti  petir menyambar.  Nomuro
Shasuke  yang  memang  merasa  lebih  baik  mati,  tak
menghindar. Justru si ninja yang urungkan serangannya.
Bersamaan  dengan  itu,  Nomuro  Shasuke  sudah
mengangkat samurainya tinggi-tinggi, siap ditusukkan pada
dadanya  sendiri.  Namun  sebelum  dilakukannya,  si  ninja
sudah bergerak cepat. Menepak  tangan Nomuro Shasuke
dan menyepak kakinya.
Samurai  itu  terlepas  bersamaan  sosok  Nomuro
Shasuke yang ambruk ke alas tanah. Lalu dengan gerakan
yang sangat cepat si ninja menotok beberapa bagian tubuh
pembunuh dari Jepang ini hingga kaku tak bergerak.
Hanya  mulutnya  yang  berseru-seru  keras,  "Bunuh
aku! Bunuh aku!!"
Si  ninja  cuma  berkata,  "Membunuhmu  tak  ada
gunanya  sama  sekali.  Kau  akan  mendapatkan  hukuman
dari Kaisar Tokugawa lesyasumoto."
Sementara Nomuro Shasuke masih berteriak-teriak,
Hiedha  Ogawa  berkata,  "Akiko-san...  terima  kasih  atas
bantuanmu...."
Ninja itu membungkuk.
"Hiedha-san...  sudah  sepatutnya  kita  saling
membantu. O ya, kalian bisa membawa manusia celaka ini
ke    hadapan  Kaisar  Tokugawa  lesyasumoto  untuk
mendapatkan  hukuman  yang  setimpal.  Sampaikan
salamku  pada  Kaisar...  juga  sampaikan  salamku  pada 

Saburo-san." 
"Oh! Kau mengenalnya?" Ninja itu mengangguk.
"Bahkan  aku  pernah  membantunya.  O  ya,
Ayothomori-san... berjalanlah  lurus sebagaimana mestinya.
Jangan  terlalu  cepat  panasan  hingga  merusak  beberapa
rencana dan merusak dirimu sendiri...."
Habis  berkata  begitu,  si  ninja membalikkan  tubuh.
Namun karena tergesa-gesa dia tidak melihat sebuah batu
di hadapannya. Mau  tak mau dia  langsung  tersungkur ke
atas tanah. Menyusul terdengar makiannya, "Kutu monyet!
Kura-kura bau! Susah amat sih jadi ninja betulan?!"
Orang-orang  yang  berada  di  sana  terheran-heran.
Karena  sejak  tadi  ninja  itu  berkata-kata  penuh  wibawa
sekarang malah memaki-maki tidak karuan.
Tiba-tiba  terdengar  suara Hiedha Ogawa,  "Pendekar
Slebor!!"
Ninja  yang  telah  bangkit  itu  tertawa  pelan.  Lalu
dengan  santai  ditarik  penutup  wajahnya.  Dan  nampaklah
seraut  wajah  tampan  berambut  goridrong  acak-acakan
yang sedang nyengir.
"Wah!  Ternyata  susah  ya  jadi  ninja!!"  .  Terdengar
suara Widarti keras, "Paradita!!"
Si  ninja  yang  ternyata  Andika  yang  menyamar
palingkan kepalanya. Dia kembali nyengir.
"Widarti...  orang  yang  kau  cari,  Dewi  Permata  Biru
telah tewas! Nah! Semuanya sudah beres, kan? Yuk, ah!
Aku pcrgi dulu!!"
Lalu dengan  langkah santai anak muda urakan dari
Lembah  Kutukan  ini  segera  meninggalkan  mereka  yang
masih terbengong-bengong.
Angin senja bertiup semilir.

SELESAI
PENDEKAR SLEBOR
Segera menyusul:
MANUSIA MUKA KUCING

Tidak ada komentar: